TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT TERJADINYA WANPRESTASI DARI PERJANJIAN KEPEMILIKAN RUMAH DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Abstract
Pada dasarnya tidak setiap orang dapat dengan mudah membangun rumah,
diperlukan berbagai hal sehingga rumah itu bisa didirikan dan ditempati. Seperti,
tanah, kepemilikan, struktur bangunan, tes kelayakan dan uji coba, perizinan
pendirian bangunan. Masyarakat yang ingin membangun rumah lebih memilih
atau menempuh cara yang lebih efektif dan tidak menyita banyak waktu, dengan
cara membeli sebuah rumah dari agen rumah atau pengembang perumahan.
Permasalahan yang timbul dari penulisan ini adalah (1) Bagaimana
peraturan yang terkait dengan perumahan yang memberikan perlindungan hukum
terhadap pengembang dan konsumen perumahan. (2) Bagaimana tanggung jawab
pengembang perumahan terhadap konsumen perumahan dalam perjanjian jual beli
rumah yang dilakukan antara pengembang dan konsumen perumahan (3)
Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen perumahan jika
dirugikan oleh pengembang perumahan
Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian yang bersifat yuridis
normatif, yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma-norma
dalam hukum positif. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji beberapa aturan
hukum yang bersifat formil yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Metode pendekatan masalah yang
digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approarch).
Pembahasan dari penulisan skripsi ini adalah perlindungan bagi
pengembang diatur pasal 130 huruf (a) dan (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman kemudian dipertegas dengan
pasal 5 dan pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Sedangkan peraturan yang terkait dengan perumahan yang
memberikan jaminan terhadap konsumen perumahan juga telah tegas diatur dalam
pasal 129 dan pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dipertegas dengan pasal 4 dan pasal 7
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tanggung
xii
jawab pengembang perumahan dibagi menjadi dua pra transaksi yakni tanggung
jawab pada saat menyelenggarakan perumahan, mulai rencana sampai
pembangunan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman dan pasca transaksi dalam menanggung
kerugian yang dialami konsumen, yaitu prinsip mengenai tanggung jawab mutlak
(strict product liability) pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman dan pasal 8 ayat 1 huruf (f) dan pasal 62
ayat (1) undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
Contractual liability (tanggung jawab yang didasarkan pada perjanjian) pasal 134
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.Upaya penyelesaian yang dapat ditempuh oleh konsumen
perumahan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman dan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pertama Non litigasi dengan musyawarah mufakat atau
secara damai, kedua melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui BPSK.
Penyelesaian selanjutnya dapat dilakukan melalui (litigasi) peradilan umum.
Hendaknya perlindungan terhadap pengembang perumahan dalam pasal 130
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman lebih tegas dan untuk peraturan yang terkait dengan perumahan yang
memberikan perlindungan terhadap konsumen, hendaknya lebih baik dalam hal
memberikan kepastian hukum bagi untuk meminimalisir kerugian yang akan
diderita konsumen. Tanggung jawab yang dibebankan pada pelaku usaha tidak
hanya tanggung jawab mutlak (strict product liability) dan Contractual liability
(tanggung jawab yang didasarkan pada perjanjian) sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman saja, agar pengembang dalam melakukan penyelenggaraan
pembangunan perumahan lebih baik. Penyelesaian sengketa konsumen terlebih
dahulu agar diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat atau secara damai,
sesuai amanat pasal 147 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Penyelesaian selanjutnya dapat dilakukan
melalui luar pengadilan (non litigasi) atau melalui peradilan umum (litigasi)
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]