TANGGUNG JAWAB PENGURUS PANTI ASUHAN SEBAGAI WALI TERHADAP ANAK ASUHNYA YANG BERAGAMA ISLAM
Abstract
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT, bahkan anak
dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan
harta benda lainnya. Apabila seorang anak tidak mempunyai orang tua,tentu hal
tersebut menjadi masalah jika anak tersebut masih dibawah umur, tentu hal
tersebut menjadi problema bagi anak tersebut dalam memenuhi kebutuhan seharihari,
bahkan status hukum anak tersebut baik menyangkut perwalian maupun
perlindungan hukum. Dalam rangka pemenuhan hak anak kaitannya dalam
memecahkan masalah ketelantaran anak maka diperlukan lembaga pengganti
fungsi orang tua yang memiliki peran dan posisi sejenis melalui pemerintah dan
salah satunya adalah yayasan panti asuhan yang dikembangkan sebagai lembaga
pelayanan professional dan menjadi pilihan untuk memberikan pelayanan
pengganti orang tua . Orang yang memelihara anak yatim dan mengurus harta
anak yatim itu dapat membentuk orang pribadi atau suatu badan hukum, selama
wali itu telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka Penulis ingin membahas
permasalahan yang timbul dari dalam suatu karya ilmiah dalam bentuk skipsi
dengan judul: “TANGGUNG JAWAB PENGURUS PANTI ASUHAN
SEBAGAI WALI TERHADAP ANAK ASUHNYA YANG BERAGAMA
ISLAM”.
Permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah apakah
kewenangan pengurus panti asuhan terhadap anak asuhnya bisa dilaksanakan
apabila orang tua dari anak asuhnya belum meninggal dunia dan bagaimana akibat
hukum yang timbul dengan adanya perwalian oleh panti asuhan terhadap anak
asuhnya.
Penyusunan skripsi ini bartujuan untuk mengetahui dan memahami apakah
kewenangan panti asuhan terhadap anak asuhnya bisa dilaksanakan apabila orang
tua dari anak asuhnya belum meninggal dunia, dan Untuk mengetahui dan
memahami bagaimana akibat hukum yang timbul dengan adanya perwalian oleh
panti asuhan terhadap anak asuhnya.
xii
Metode Penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normative (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan adalah UndangUndang
(statue approach), pendekatan konseptual (conceptual appoach) dan
pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis terhadap bahan
hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode
deduktif, yaitu dengan cara pengembalian kesimpulan dari pembahasan yang
bersifat umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus.
Berdasarkan dari analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh kesimpulan bahwa kewenangan pengurus panti asuhan terhadap anak
asuhnya bisa dilakukan sebelum orang tua dari anak asuhnya tersebut meninggal
dunia, karena hal tersebut terdapat pada ketentuan pasal 49 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 10 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yaitu jika orang tua kandung tersebut
lalai dan berkelakuan buruk. Dan pengurus panti asuhan tersebut selaku wali
wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta bendanya dengan
sebaik-baiknya dan bertanggung jawab terhadap harta benda anak yang berada di
bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan atau
kelalaiannya. Dan akibat hukum dari adanya perwalian oleh pengurus panti
asuhan tersebut adalah tidak mengubah nasab anak kandung terhadap orang tua
atau ayah kandungnya.
Saran yang diberikan oleh penulis adalah sebaiknya orang tua tidak
melalaikan kewajibannya terhadap anak kandungnya dan tidak berkelakuan
buruk, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi pencabutan atau pengalihan kuasa asuh
yang bisa menghapuskan kewajibannya sebagai orang tua dan dapat dialihkan
kepada orang atau badan hukum yang untuk menjadi walinya. Karena anak
merupakan amanah sekaligus karunia Allah SWT yang harus senantiasa dijaga
dan dilindungi. Jadi mengenai akibat hukum dari adanya perwalian hendaknya
ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak yang akan melakukan
perwalian diharapkan kepada masyarakat untuk tetap berpedoman terhadap
xiii
hukum Islam, dengan tidak memutuskan hubungan nasab antara orang tua
kandung terhadap anak kandungnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]