Show simple item record

dc.contributor.authorATOK NAIMULLOH
dc.date.accessioned2013-12-04T07:12:21Z
dc.date.available2013-12-04T07:12:21Z
dc.date.issued2013-12-04
dc.identifier.nimNIM090710101345
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3952
dc.description.abstractPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik menyebutkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf b dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, maka dipandang perlu untuk mengatur tata cara dan pendaftaran perwakafan tanah milik dengan Peraturan Pemerintah. Perwakafan tanah milik merupakan perbuatan suci, mulia dan terpuji yang dilakukan oleh seorang (umat Islam) atau badan hukum. Dengan memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah hak milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya menjadi tanah “wakafsosial”, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran hukum Islam. Menurut Hukum Islam perwakafan telah terjadi seketika itu juga dengan adanya pernyataan wakif yang merupakan ijab, karena perbuatan wakaf dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak. Namun, secara hukum positif pelaksanaan wakaf harus dilakukan dengan ikrar yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi serta harus dibuat dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf, sebagaimana disebutkan dalam pasal 17 UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf : 1. “Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.” 2. “Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.” Terkait hal tersebut penulis menemukan sebuah fakta hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 456 K/AG/2007 yang pokok perkaranya adalah mengenai status kepemilikan tanah sebagai harta waris yang diikut sertakan dalam perwakafan tanah oleh orang lain. Berdasarkan pokok perkara tersebut Inaq Nursih, Inaq Jembar, keduanya bertempat tinggal di Padamara, Dusun Otak Desa, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, keduanya adalah para Pemohon Kasasi dahulu para xii Penggugat/para Terbanding. Melawan, Haji Muhsan, Amaq Abd. Rahman, keduanya bertempat tinggal di Dusun Belawong, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, dan Mamiq Suhud, bertempat tinggal di Dusun Seimbang, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, para Termohon Kasasi dahulu para Tergugat/para Pembanding. Berdasar hal tersebut maka dapat diambil suatu permasalahan : 1. Bagaimana Pertimbangan Hukum Oleh Hakim Mahkamah Agung Dalam Putusan Nomor : 456 K/AG/2007 Terhadap Pembatalan Tanah Wakaf Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir? 2. Bagaimana Status Objek Wakaf Setelah Dibatalkan Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 456 K/AG/2007? Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisa bahan hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian pembahasan diatas Pertama: ialah Pertimbangan Hukum Oleh Hakim Mahkamah Agung dalam menolak Permohonan Kasasi dalam perkara Nomor : 456 K/AG/2007 Terhadap Pembatalan Tanah Wakaf Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir tidak tepat karena Permohonan kasasi yang dilakukan oleh para pemohon kasasi jelas terlihat memenuhi syarat formil dan syarat materiil dikabulkannya permohonan kasasi. Syarat formil dapat dilihat dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Namun perlu diingat penerapan xiii ketentuan ini harus benar-benar terhadap syarat formil yang bersifat mutlak. Syarat formil yang bersangkutan tidak dapat ditoleransi penegakannya. Dan syarat mateiilnya dapat dilihat dalam keberatan-keberatan yang diajukan oleh para pemohon kasasi yang sudah memenuhi kriteria yang terdapat dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Kedua: Status Objek Wakaf Setelah Dibatalkan Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 456 K/AG/2007, status tanah ladang Para Pemohon kasasi tersebut menjadi tanah wakaf, Pada Pasal 58 ayat 1 huruf a, b, c, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Adapun saran penulis ialah Mahkmah Agung merupakan Puncak Peradilan tertinggi hendaknya lebih cermat dan teliti serta menelaah suatu perkara yang masuk dalam memutuskan perkara tersebut. Nazhir harus dengan sungguhsungguh menjaga dan melestarikan, mengamankan serta mengoptimalkan fungsi wakaf tersebut sesuai dengan mauquf’alaih harta benda wakaf tersebut agar jangan sampai wakaf beralih fungsi dan beralih hak. Dan perlu adanya suatu pengawasan secara berkesinambungan oleh instansi terkait terhadap pelaksanaan perwakafan yang ada didalam masyarakat sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat dihindarien_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101345;
dc.subjectTANAH WAKAFen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PEMBATALAN TANAH WAKAF OLEH AHLI WARIS KEPADA NAZHIR (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 456 K/AG/2007)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record