ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN TANAH WAKAF OLEH AHLI WARIS KEPADA NAZHIR (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 456 K/AG/2007)
Abstract
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik menyebutkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14
ayat (1) huruf b dan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960,
maka dipandang perlu untuk mengatur tata cara dan pendaftaran perwakafan tanah
milik dengan Peraturan Pemerintah. Perwakafan tanah milik merupakan perbuatan
suci, mulia dan terpuji yang dilakukan oleh seorang (umat Islam) atau badan
hukum. Dengan memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah hak
milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya menjadi tanah “wakafsosial”,
yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran hukum Islam.
Menurut Hukum Islam perwakafan telah terjadi seketika itu juga dengan
adanya pernyataan wakif yang merupakan ijab, karena perbuatan wakaf
dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak. Namun, secara hukum positif
pelaksanaan wakaf harus dilakukan dengan ikrar yang dibuat di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi serta harus dibuat dalam
bentuk Akta Ikrar Wakaf, sebagaimana disebutkan dalam pasal 17 UndangUndang
Nomor
41 Tahun
2004 Tentang
Wakaf
:
1. “Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan
PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.”
2. “Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara
lisan dan/tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh
PPAIW.”
Terkait hal tersebut penulis menemukan sebuah fakta hukum dalam
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 456 K/AG/2007 yang
pokok perkaranya adalah mengenai status kepemilikan tanah sebagai harta waris
yang diikut sertakan dalam perwakafan tanah oleh orang lain. Berdasarkan pokok
perkara tersebut Inaq Nursih, Inaq Jembar, keduanya bertempat tinggal di
Padamara, Dusun Otak Desa, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya,
Kabupaten Lombok Timur, keduanya adalah para Pemohon Kasasi dahulu para
xii
Penggugat/para Terbanding. Melawan, Haji Muhsan, Amaq Abd. Rahman,
keduanya bertempat tinggal di Dusun Belawong, Desa Pringgabaya, Kecamatan
Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, dan Mamiq Suhud, bertempat tinggal di
Dusun Seimbang, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten
Lombok Timur, para Termohon Kasasi dahulu para Tergugat/para Pembanding.
Berdasar hal tersebut maka dapat diambil suatu permasalahan :
1. Bagaimana Pertimbangan Hukum Oleh Hakim Mahkamah Agung Dalam
Putusan Nomor : 456 K/AG/2007 Terhadap Pembatalan Tanah Wakaf
Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir?
2. Bagaimana Status Objek Wakaf Setelah Dibatalkan Oleh Ahli Waris
Kepada Nazhir Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 456
K/AG/2007?
Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi
syarat yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan
mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif sedangkan
pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual.
Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum
primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisa bahan
hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang
terdapat dalam rumusan masalah.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian pembahasan diatas Pertama:
ialah Pertimbangan Hukum Oleh Hakim Mahkamah Agung dalam menolak
Permohonan Kasasi dalam perkara Nomor : 456 K/AG/2007 Terhadap
Pembatalan Tanah Wakaf Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir tidak tepat karena
Permohonan kasasi yang dilakukan oleh para pemohon kasasi jelas terlihat
memenuhi syarat formil dan syarat materiil dikabulkannya permohonan kasasi.
Syarat formil dapat dilihat dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Namun perlu diingat penerapan
xiii
ketentuan ini harus benar-benar terhadap syarat formil yang bersifat mutlak.
Syarat formil yang bersangkutan tidak dapat ditoleransi penegakannya. Dan syarat
mateiilnya dapat dilihat dalam keberatan-keberatan yang diajukan oleh para
pemohon kasasi yang sudah memenuhi kriteria yang terdapat dalam Pasal 30 ayat
(1) Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Kedua:
Status Objek Wakaf Setelah Dibatalkan Oleh Ahli Waris Kepada Nazhir Dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 456 K/AG/2007, status tanah ladang Para
Pemohon kasasi tersebut menjadi tanah wakaf, Pada Pasal 58 ayat 1 huruf a, b, c,
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undangundang
Nomor
41 Tahun
2004 Tentang
Wakaf
Adapun saran penulis ialah Mahkmah Agung merupakan Puncak Peradilan
tertinggi hendaknya lebih cermat dan teliti serta menelaah suatu perkara yang
masuk dalam memutuskan perkara tersebut. Nazhir harus dengan sungguhsungguh
menjaga dan melestarikan, mengamankan serta mengoptimalkan fungsi
wakaf tersebut sesuai dengan mauquf’alaih harta benda wakaf tersebut agar
jangan sampai wakaf beralih fungsi dan beralih hak. Dan perlu adanya suatu
pengawasan secara berkesinambungan oleh instansi terkait terhadap pelaksanaan
perwakafan yang ada didalam masyarakat sehingga penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi dapat dihindari
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]