Show simple item record

dc.contributor.authorAKHMAD NUZUL ARIFIN
dc.date.accessioned2013-12-04T04:17:50Z
dc.date.available2013-12-04T04:17:50Z
dc.date.issued2013-12-04
dc.identifier.nimNIM060710101067
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3655
dc.description.abstractDi era reformasi kesadaran dan semangat untuk menerapkan lebih banyak lagi norma ajaran Islam melalui kekuasaan (legislasi) semakin tumbuh. Pengadilan Agama sebagai salah satu aparat penegak keadilan di Indonesia telah membuktikan hal itu. Terutama setelah penerapan sistem peradilan di Indoneia satu atap dalam wadah Mahkamah Agung. Ternyata kewenangn Peradilan Agama pun ada perubahan, dalam hal ini penanganan masalah ekonomi syariah menjadi kewenangan Peradilan Agama. Tentunya bertambah luas pula tugas dan wewenang Peradilan Agama, tidak dapat dihindarai para aparat peradilan harus mengerti masalah baru tersebut. Melihat luasnya tentang eknomi syariah, maka dalam tulisan ini fokus pada bank syariah. Yang meliputi apa itu bank syariah dan penyelesaiannya apabila terjadi sengketa, yang akan ditangani oleh Pengadilan Agama. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat skripi berjudul “ KEWENANGAN PERADILAN AGAMA TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH. Selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan yakni : Pertama, ruang lingkup peradilan agama setelah perubahan UU No. 3 Tahun 2006 Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama. Kedua, tinjauan asas personalitas keIslaman setelah diberlakukannya UU No. 3 Tahun 2006 Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian yuridis normatif dimana setiap permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini terfokus pada kaidah-kaidah dan norma-norma dalam hukum positif. Pada pendekatan masalah yang digunakan, penulis menggunakan pendekatan per Undang-Undangan atau statute approach dan pendekatan konseptual atau conceptual approach. Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai pembiayaan syariah meliputi kewenangan Peradilan Agama dan kewenangan Peradilan Umum, pengertian ekonomi syari’ah, sistem ekonomi syari’ah, prinsip-prinsip ekonomi syari’ah, penyelesaian sengketa di dalam pengadilan (Litigasi), penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi). Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undangNo. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama mengamanatkan penambahan kewenangan absolut Pengadilan Agama pada penyelesaian sengketa zakat, infak, dan ekonomi syari’ah. Selain itu, Undang-undang ini nasih mempertahankan adanya azas personalitas keislaman yang ternyata berfungsi untuk mengetahui dan mengukur jangkauan kewenangan absolut Pengadilan Agama. Ruang lingkup kewenangan lingkungan peradilan agama dalam bidang ekonomi syari’ah, meliputi seluruh perkara ekonomi syari’ah di bidang perdata. Seluruh sengketa perdata yang terjadi antara lembaga keuangan ekonomi syari’ah dengan pihak manapun, termasuk yang terjadi antara lembaga keuangan ekonomi syari’ah dengan pihak non Islam, yang berkaitan dengan kegiatan usaha ekonomi syari’ah tersebut adalah kewenangan absolut lingkungan peradilan agama untuk mengadilinya, kecuali yang dengan tegas ditentukan lain dalam Undang-undang. Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama juga mengamanatkan adanya azas penundukan diri bagi orang non muslim yang mau xiii menyelesaikan sengketa di Pengadilan Agama. Berdasarkan penjelasan pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006, azas personalitas keislaman mengharuskan 3 hal, yaitu : (1) Pihak-pihak yang berperkara / bersengketa harus sama-sama pemeluk agama Islam "atau dengan sukarela menundukkan diri terhadap hukum Islam", (2) Perkara Perdata yang dipersengketakan harus mengenai perkaraperkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat, wakaf, sedekah, dan ekonomi syari’ah, (3) Hubungan hukum dari perkara tersebut diikat dengan hukum Islam atau berdasar pada prinsip syari’ah. Berdasarkan penjelasan tersebut penulis memberikan saran, dengan semakin luasnya ruang lingkup kewenangan lingkungan peradilan agama, khususnya dalam bidang ekonomi syari’ah yang meliputi seluruh bidang perdata, maka Mahkamah Agung khususnya, perlu sesegera mungkin melakukan berbagai upaya guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan hakim peradilan agama dalam menangani perkara-perkara bidang ekonomi syari’ah. Terkait meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat dalam proses dan prosedur penyelesaian ekonomi syari’ah perlu dioptimalkan pelaksanaan kegiatan sosialisasi peraturanperaturan hukum materiil ekonomi syari’ah, Agar penyelesaian sengketa-sengketa bidang ekonomi syari’ah umumnya, dan bidang ekonomi syari’ah khususnya di Pengadilan Agama dapat benar-benar relevan dengan prinsip-prinsip syari’ah maka diperlukan adanya hukum acara (hukum formil) yang secara khusus berlaku bagi lingkungan peradilan agama dalam menyelesaikan perkara-perkara di bidang ekonomi tersebut.en_US
dc.relation.ispartofseries060710101067;
dc.subjectPERADILAN AGAMA TERHADAP SENGKETA EKONOMI SYARI’AHen_US
dc.titleKEWENANGAN PERADILAN AGAMA TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AHen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record