KEWENANGAN PERADILAN AGAMA TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH
Abstract
Di era reformasi kesadaran dan semangat untuk menerapkan lebih banyak
lagi norma ajaran Islam melalui kekuasaan (legislasi) semakin tumbuh.
Pengadilan Agama sebagai salah satu aparat penegak keadilan di Indonesia telah
membuktikan hal itu. Terutama setelah penerapan sistem peradilan di Indoneia
satu atap dalam wadah Mahkamah Agung. Ternyata kewenangn Peradilan Agama
pun ada perubahan, dalam hal ini penanganan masalah ekonomi syariah menjadi
kewenangan Peradilan Agama. Tentunya bertambah luas pula tugas dan
wewenang Peradilan Agama, tidak dapat dihindarai para aparat peradilan harus
mengerti masalah baru tersebut. Melihat luasnya tentang eknomi syariah, maka
dalam tulisan ini fokus pada bank syariah. Yang meliputi apa itu bank syariah dan
penyelesaiannya apabila terjadi sengketa, yang akan ditangani oleh Pengadilan
Agama. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat skripi berjudul “
KEWENANGAN PERADILAN AGAMA TERHADAP PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI SYARI’AH. Selanjutnya dapat dirumuskan
permasalahan yakni : Pertama, ruang lingkup peradilan agama setelah perubahan
UU No. 3 Tahun 2006 Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan
agama. Kedua, tinjauan asas personalitas keIslaman setelah diberlakukannya UU
No. 3 Tahun 2006 Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif dimana setiap permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam
penelitian ini terfokus pada kaidah-kaidah dan norma-norma dalam hukum positif.
Pada pendekatan masalah yang digunakan, penulis menggunakan pendekatan per
Undang-Undangan atau statute approach dan pendekatan konseptual atau
conceptual approach.
Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai pembiayaan
syariah meliputi kewenangan Peradilan Agama dan kewenangan Peradilan
Umum, pengertian ekonomi syari’ah, sistem ekonomi syari’ah, prinsip-prinsip
ekonomi syari’ah, penyelesaian sengketa di dalam pengadilan (Litigasi),
penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi).
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, Undang-undang No. 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-undangNo. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan
Agama mengamanatkan penambahan kewenangan absolut Pengadilan Agama
pada penyelesaian sengketa zakat, infak, dan ekonomi syari’ah. Selain itu,
Undang-undang ini nasih mempertahankan adanya azas personalitas keislaman
yang ternyata berfungsi untuk mengetahui dan mengukur jangkauan kewenangan
absolut Pengadilan Agama. Ruang lingkup kewenangan lingkungan peradilan
agama dalam bidang ekonomi syari’ah, meliputi seluruh perkara ekonomi syari’ah
di bidang perdata. Seluruh sengketa perdata yang terjadi antara lembaga keuangan
ekonomi syari’ah dengan pihak manapun, termasuk yang terjadi antara lembaga
keuangan ekonomi syari’ah dengan pihak non Islam, yang berkaitan dengan
kegiatan usaha ekonomi syari’ah tersebut adalah kewenangan absolut lingkungan
peradilan agama untuk mengadilinya, kecuali yang dengan tegas ditentukan lain
dalam Undang-undang. Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama juga
mengamanatkan adanya azas penundukan diri bagi orang non muslim yang mau
xiii
menyelesaikan sengketa di Pengadilan Agama. Berdasarkan penjelasan pasal 49
Undang-undang No. 3 Tahun 2006, azas personalitas keislaman mengharuskan 3
hal, yaitu : (1) Pihak-pihak yang berperkara / bersengketa harus sama-sama
pemeluk agama Islam "atau dengan sukarela menundukkan diri terhadap hukum
Islam", (2) Perkara Perdata yang dipersengketakan harus mengenai perkaraperkara
di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat, wakaf, sedekah,
dan ekonomi syari’ah, (3) Hubungan hukum dari perkara tersebut diikat dengan
hukum Islam atau berdasar pada prinsip syari’ah.
Berdasarkan penjelasan tersebut penulis memberikan saran, dengan semakin
luasnya ruang lingkup kewenangan lingkungan peradilan agama, khususnya
dalam bidang ekonomi syari’ah yang meliputi seluruh bidang perdata, maka
Mahkamah Agung khususnya, perlu sesegera mungkin melakukan berbagai upaya
guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan hakim peradilan agama dalam
menangani perkara-perkara bidang ekonomi syari’ah. Terkait meningkatkan
kesadaran hukum bagi masyarakat dalam proses dan prosedur penyelesaian
ekonomi syari’ah perlu dioptimalkan pelaksanaan kegiatan sosialisasi peraturanperaturan
hukum materiil ekonomi syari’ah, Agar penyelesaian sengketa-sengketa
bidang ekonomi syari’ah umumnya, dan bidang ekonomi syari’ah khususnya di
Pengadilan Agama dapat benar-benar relevan dengan prinsip-prinsip syari’ah
maka diperlukan adanya hukum acara (hukum formil) yang secara khusus berlaku
bagi lingkungan peradilan agama dalam menyelesaikan perkara-perkara di bidang
ekonomi tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]