Show simple item record

dc.contributor.authorMARTIN PANDU HIDAYAT
dc.date.accessioned2013-12-03T03:34:48Z
dc.date.available2013-12-03T03:34:48Z
dc.date.issued2013-12-03
dc.identifier.nimNIM060710191111
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2759
dc.description.abstractPengujian undang-undang (judicial review) merupakan salah satu elemen pokok dalam suatu sistem hukum nasional. Sebagai suatu sistem, kaidah yang termuat dalam semua bentuk peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis, berpuncak pada konstitusi sebagai hukum tertinggi. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dan oleh karena itu implikasi yang terjadi pada peraturan perundang-undangan akibat dari pembatalan undang-undang tersebut menyebabkan perubahan pada undangundangan tersebut secara sektoral. Permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah pembatalan undang-undang itu dilakukan oleh Mahkamah Kontitusi ? 2. Apa implikasi pembatalan undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi pada peraturan perundang-undangan di Indonesia ? Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisan bahan hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 3 (tiga) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Pembatalan undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi bisa dilakukan apabila undang-undang tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi (UUD 1945), maka untuk memastikan keabsahannya bisa dilakukan melalui pengujian oleh lembaga yudikatif (Mahkamah Konstitusi). Pengujian ini biasanya disebut dengan judicial review. Dalam kepastian Hukum Tata Negara, dikenal berbagai macam bentuk pengujian terhadap peraturan perundangundangan. Setidaknya ada 4 (empat) macam pengujian hasil penelusuran kepustakaan diantaranya: (i) pengujian norma hukum; (ii) pengujian konstitusionalitas undang-undang; (iii) pengujian formil; dan (iv) pengujian materiil. Mekanisme Proses Pembatalan Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi adalah melalui proses persidangan dalam sidang acara perkara pengujian undang-undang yang telah diatur dalam PMK No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara PUU, terbagi dalam 4 (empat) jenis bidang, yaitu: Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), dan Pengucapan Putusan.Implikasi Pembatalan Oleh Mahkamah Konstitusi Pada Peraturan PerundangUndangan Di Indonesia ialah menyebabkan sinkronisasi dan harmonisasi perundang-undangan secara horizontal (antar undang-undang) dan secara vertikal ke bawah (peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang). Putusan pada pembatalan undang-undang tersebut yaitu dengan membatalkan sebuah atau beberapa pasal, ayat, dan/atau bagian dari undang-undang. Sinkronisasi dilakukan apabila pada undang-undang yang dibatalkan tersebut terdapat peraturan dibawahnya yang mengacu atau bersandar kepada pasal, ayat, dan/atau bagian dari undang-undang tersebut, maka keberadaan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tersebut yang mengacu atau bersandar kepada pasal, ayat, dan/atau bagian dari undang-undang yang dibatalkan tersebut dinyatakan tidak berlaku atau tidak sinkron peraturan diatasnya. Implikasi dari pembatalan undangundang yang kedua adalah Pengharmonisaian perundang-undangan yang mengacu pada pembentukan dan perubahan undang-undang tersebut, yaitu dengan pengharmonisasian terhadap pancasila, asas-asas peraturan perundang-undangan, dan konvensi-konvensi yang juga termasuk acuan dari pengharmonisasian peraturan perundang-undangan, supaya tidak lagi bertentangan dengan UUD 1945 yang menjadi dasar pembentukan undang-undang. Saran penulis, Pertama, undang-undang yang telah dibatalkan keberlakuannya oleh MK tersebut harus diundangkan dalam media negara yang ditetapkan untuk itu, dan penerbitkan undang-undang yang telah dibatalkan tersebut diberi catatan dapat berupa catatan kaki (foot note) yang menjelaskan bahwa pada pasal, ayat, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi dan tidak berlaku lagi setelah diputuskan oleh MK. Kedua, Dengan dibatalkannya keberlakuan undang-undang tersebut, maka DPR bersama Presiden sebagai lembaga pembentuk undang-undang itu sendiri harus segara mengusulkan merubah undang-undang ataupun membentuk baru sebuah undang-undang. Dalam pembentukan suatu undang-undang tersebut yang terpenting harus dilakukan adalah melakukan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan secara horizontal (antar undang-undang) dan secara vertikal ke bawah (peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang) agar dapat tetap terjaga sistem perundang-undangan kita dalam kondisi yang sinkron, harmonis serta menghindarkan dari terjadinya ketidaksesuaian bahkan kekacauan dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710191111;
dc.subjectPEMBATALAN UNDANG-UNDANG,MKen_US
dc.titlePEMBATALAN UNDANG-UNDANG OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI DAN IMPLIKASINYA PADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record