PEMBATALAN UNDANG-UNDANG OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI DAN IMPLIKASINYA PADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Abstract
Pengujian undang-undang (judicial review) merupakan salah satu elemen pokok
dalam suatu sistem hukum nasional. Sebagai suatu sistem, kaidah yang termuat
dalam semua bentuk peraturan perundang-undangan yang tersusun secara
hierarkis, berpuncak pada konstitusi sebagai hukum tertinggi. Peraturan yang
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dan
oleh karena itu implikasi yang terjadi pada peraturan perundang-undangan akibat
dari pembatalan undang-undang tersebut menyebabkan perubahan pada undangundangan
tersebut
secara
sektoral.
Permasalahan
dalam
skripsi
ini
adalah
:
1. Bagaimanakah pembatalan undang-undang itu dilakukan oleh
Mahkamah Kontitusi ?
2. Apa implikasi pembatalan undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi
pada peraturan perundang-undangan di Indonesia ?
Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat
yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan
mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan pendekatan
masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode
pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer,
sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisan bahan
hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 3 (tiga) hal yang
terdapat dalam rumusan masalah.
Pembatalan undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi bisa dilakukan apabila
undang-undang tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi (UUD 1945), maka untuk memastikan keabsahannya bisa dilakukan
melalui pengujian oleh lembaga yudikatif (Mahkamah Konstitusi). Pengujian ini
biasanya disebut dengan judicial review. Dalam kepastian Hukum Tata Negara,
dikenal berbagai macam bentuk pengujian terhadap peraturan perundangundangan.
Setidaknya ada 4 (empat) macam pengujian hasil penelusuran
kepustakaan diantaranya: (i) pengujian norma hukum; (ii) pengujian
konstitusionalitas undang-undang; (iii) pengujian formil; dan (iv) pengujian
materiil. Mekanisme Proses Pembatalan Undang-Undang Oleh Mahkamah
Konstitusi adalah melalui proses persidangan dalam sidang acara perkara
pengujian undang-undang yang telah diatur dalam PMK No. 06/PMK/2005
tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara PUU, terbagi dalam 4 (empat) jenis
bidang, yaitu: Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Persidangan, Rapat
Permusyawaratan Hakim (RPH), dan Pengucapan Putusan.Implikasi Pembatalan Oleh Mahkamah Konstitusi Pada Peraturan PerundangUndangan
Di Indonesia ialah menyebabkan sinkronisasi dan harmonisasi
perundang-undangan secara horizontal (antar undang-undang) dan secara vertikal
ke bawah (peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang). Putusan
pada pembatalan undang-undang tersebut yaitu dengan membatalkan sebuah atau
beberapa pasal, ayat, dan/atau bagian dari undang-undang. Sinkronisasi dilakukan
apabila pada undang-undang yang dibatalkan tersebut terdapat peraturan
dibawahnya yang mengacu atau bersandar kepada pasal, ayat, dan/atau bagian
dari undang-undang tersebut, maka keberadaan peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang tersebut yang mengacu atau bersandar kepada pasal, ayat,
dan/atau bagian dari undang-undang yang dibatalkan tersebut dinyatakan tidak
berlaku atau tidak sinkron peraturan diatasnya. Implikasi dari pembatalan undangundang
yang
kedua
adalah
Pengharmonisaian
perundang-undangan
yang
mengacu
pada
pembentukan dan perubahan undang-undang tersebut, yaitu dengan
pengharmonisasian terhadap pancasila, asas-asas peraturan perundang-undangan,
dan konvensi-konvensi yang juga termasuk acuan dari pengharmonisasian
peraturan perundang-undangan, supaya tidak lagi bertentangan dengan UUD 1945
yang menjadi dasar pembentukan undang-undang.
Saran penulis, Pertama, undang-undang yang telah dibatalkan keberlakuannya
oleh MK tersebut harus diundangkan dalam media negara yang ditetapkan untuk
itu, dan penerbitkan undang-undang yang telah dibatalkan tersebut diberi catatan
dapat berupa catatan kaki (foot note) yang menjelaskan bahwa pada pasal, ayat,
dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat lagi dan tidak berlaku lagi setelah diputuskan oleh MK. Kedua, Dengan
dibatalkannya keberlakuan undang-undang tersebut, maka DPR bersama Presiden
sebagai lembaga pembentuk undang-undang itu sendiri harus segara mengusulkan
merubah undang-undang ataupun membentuk baru sebuah undang-undang. Dalam
pembentukan suatu undang-undang tersebut yang terpenting harus dilakukan
adalah melakukan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan
secara horizontal (antar undang-undang) dan secara vertikal ke bawah (peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang) agar dapat tetap terjaga sistem
perundang-undangan kita dalam kondisi yang sinkron, harmonis serta
menghindarkan dari terjadinya ketidaksesuaian bahkan kekacauan dalam sistem
peraturan perundang-undangan Indonesia.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]