KESETARAAN KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) (Studi terhadap perjanjian waralaba Kebab Turki Baba Rafi)
Abstract
Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum yakni sebagai syarat
akademis guna memenuhi kewajiban menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember dan mempunyai tujuan khusus
yakni untuk mengetahui dan memahami mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian
waralaba (franchise) Kebab Turki Baba Rafi.
Tipe penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif,
yakni penulisan yang difokuskan untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Metode
npendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan non hukum.
Analisa bahan-bahan hukum digunakan untuk mengindentifikasi fakta hukum,
pengumpulan bahan-bahan hukum, melakukan telaah terhadap isu hukum, dan menarik
kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu-isu hukum yang terkait dengan
isi penulisan skripsi.
Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba secara umum menurut PP
No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan secara khusus berdasarkan Perjanjian Waralaba
Kebab Turki Baba Rafi adalah sama yang mana keseluruhan semua perjanjian yang ada di
dalam perjanjian Kebab Turki Baba Rafi berpedoman kepada PP No.42 Tahun 2007
tentang Waralaba tersebut. Namun untuk memenuhi karakteristik bisnis waralaba Kebab
Turki Baba Rafi tersebut yang belum diatur di dalam PP No.42 Tahun 2007 tentang
Waralaba maka para pihak dapat menambah beberapa ketentuan atau klausula sendiri yang
berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menjelaskan tentang kebebasan
berkontrak yang mana sepanjang perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan
ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata. Isi perjanjian waralaba Kebab Turki Baba Rafi tersebut
yang tidak diatur di dalam PP No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba, karena disesuaikan
dengan karakteristik dan ciri khas dari waralaba ini, yang dapat dilihat didalam isi
perjanjian waralaba ini semua isi pasal yang berhubungan dengan waralaba Kebab Turki
Baba Rafi ini baik itu produk, sistem menejemen, metode ,standar prosedur, bahkan hak
dan kewajiban kedua belah pihak diatur atau ditentukan oleh pihak pertama. Dalam
perjanjian franchise Kebab Turki Baba Rafi yang terdapat dalam Pasal 4 di dalam
Perjanjian Waralaba Kebab Turki Baba Rafi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor 02.607.066.4-606.000 tentang kewajiban terhadap jalannya usaha franchisor
biasanya memerlukan franchisee untuk mengikuti manual operasi mereka dalam rangka
untuk memastikan konsistensi. Hal ini membatasi kreativitas apapun pada bagian dari
franchisee. Dimana dalam pasal ini pihak franchisee tidak berkembang dalam
mengembangkan kreatifitas usaha waralaba. Jadi dalam hal penyeragaman bentuk baku isi
perjanjian, belum ada pengaturan yang mengaturnya. Seperti yang tertera pada pasal 5 PP
No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba tersebut hanya merupakan pedoman hal apa yang
harus ada di dalam perjanjian waralaba/franchise.
Berdasarkan hasil analisis penulis, dimana seharusnya bagi franchisor, dalam
membuat kontrak baku franchises harus melakukan negoisasi terlebih dahulu terhadap
pihak franchisee, mengingat bahwa pihak franchisee dalam kontrak baku biasanya
mempunyai kedudukan yang sangat lemah. Dimana permintaan pihak franchisee yang
reasonable dapat dimasukkan ke dalam kontrak terlebih dahulu bagaimana usaha dalam
bisnis waralaba ini, agar masyarakat dapat menjalankan usaha franchises dengan
mempunyai hak dan kewajiban yang setara antara pihak franchisor maupun franchisee.
Bagi franchisee, sebelum menanda tangani kontrak baku perjanjian waralaba harus teliti
dalam menganalisa isi perjanjian maupun pihak franchisor yang akan melakukan hubungan
hukum dengan memperhatikan garis-garis besar dalam membuat perjanjian franchises.
Bagi Pemerintah, dimana perlu adanya pengaturan-pengaturan yang lebih kuat tentang
kedudukan perjanjian franchise dalam tata hukum Indonesia, disertai adanya kebijakan
nasional ke arah terciptanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi pihak franchisee
dengan pihak franchisor agar tercipta kesetaraan kedudukan antara kedua pihak franchisee
dan pihak franchisor. Bagi Masyarakat yang akan melakukan usaha franchises/waralaba
sebaiknya harus memahami terlebih dahulu bagaimana usaha dalam bisnis
waralaba/franchises ini, agar masyarakat dapat menjalankan usaha waralaba/franchises
dengan mempunyai hak dan kewajiban yang setara antara pihak franchisor maupun
franchisee.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]