PEMANFAATAN BAKTERI ANTAGONIS Bacillus subtilis DAN Pseudomonas fluorescens UNTUK MENGENDALIKAN PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG ( Erwinia stewartii) PADA JAGUNG ( Zea mays)
Abstract
RINGKASAN
Pemanfaatan Bakteri Antagonis
Bacillus subtilis Dan Pseudomonas
fluorescens
Untuk Mengendalikan Penyebab Penyakit Busuk Pangkal
Batang (
Erwinia stewartii) Pada Jagung (Zea mays), Greta Ayu Febriana,
081510501156. Program Studi Agroteknologi Minat Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Jagung menjadi salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan
saling terkait dengan industri besar. Salah satu kendala penting dalam upaya
peningkatan produksi jagung adalah penyakit busuk pangkal batang yang
disebabkan oleh bakteri
Erwinia stewartii. Bakteri Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina golongan A1 (OPTK A1) ini ternyata sudah berkembang di
Indonesia terutama di sentra-sentra produksi jagung. Penyakit busuk pangkal
batang dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan tanaman hingga 65% pada
varietas rentan. Perkembangan
E. stewartii sangat cepat, sehingga populasinya
cepat berkembang dan cepat menular dari satu tanaman ke tanaman lain.
Sedangkan pengendalian menggunakan pestisida kimiawi yang sering dilakukan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Untuk itu diperlukan suatu pengendalian yang efektif untuk menekan
perkembangan penyakit. Salah satunya dengan memanfaatkan bakteri antagonis
B. subtilis dan P. fluorescens. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui potensi
bakteri antagonis
B. subtilis dan P. fluorescens yang diaplikasikan secara tunggal
maupun kombinasi untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang yang
disebabkan oleh bakteri
E. stewartii, (2) mengetahui volume aplikasi bakteri
antagonis yang efektif untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2012 di Lahan
Percobaan dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor A
yaitu perlakuan bakteri
B. subtilis (A1) dan P. fluorescens (A2) secara tunggal,
kombinasi
B. subtilis dan P. fluorescens (A3) dan tanpa bakteri atau kontrol (A0).
vi
Faktor B yaitu perlakuan volume aplikasi bakteri, yaitu 5 ml (B1), 10 ml (B2),
dan 15 ml (B3). Masing-masing kombinasi perlakuan (AB) diulang sebanyak tiga
kali. Suspensi bakteri antagonis dengan kerapatan 2,9 x 10
vii
8
cfu/ml untuk B.
subtilis
dan 3,8 x 10
8
cfu/ml untuk P. fluorescens diaplikasikan ke media pada 7
hari sebelum tanam, sedangkan untuk patogen
E. stewartii diaplikasikan pada 14
hari setelah tanam.
Hasil pengamatan pada gejala penyakit busuk pangkal batang yang
muncul meliputi tiga bagian, yaitu pada daun, batang, dan empulur batang. Gejala
yang tampak pada daun yaitu adanya garis berwarna hijau pucat sampai kuning
yang membujur searah tulang daun, sehingga menyebabkan daun menjadi kering,
layu dan mati. Untuk gejala luar yang tampak pada bagian batang yaitu terdapat
bercak kecoklatan berbentuk garis dan bulat pada ruas bagian bawah batang yang
membusuk. Sedangkan gejala dalam pada batang dari tanaman jagung yang
terinfeksi
E. stewartii yaitu rongga pada empulur batang terbentuk pada tanaman
yang tertular di dekat permukaan tanah. Apabila bagian pangkal dibelah, disekitar
pembuluh batang terdapat garis berwarna kecoklatan yang membusuk. Untuk
memastikan gejala yang muncul pada tanaman tersebut disebabkan oleh patogen
E. stewartii, maka dilakukan reisolasi dari batang tanaman jagung yang terserang
dan ditumbuhkan pada media NA. Hasil reisolasi yang didapat bahwa sesuai
dengan ciri dan sifat dari patogen
E. stewartii.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa aplikasi bakteri antagonis
B. subtilis dan P. fluorescens baik secara tunggal maupun kombinasi berpengaruh
positif terhadap masa inkubasi penyakit, yaitu dapat memperpanjang masa
inkubasi dari perlakuan kontrol 27,11 hsi (hari setelah inokulasi) menjadi 34,78
hsi. Hasil insidensi penyakit yang paling baik adalah aplikasi kombinasi
B.
subtillis
dan P. fluorescen dengan volume 15 ml. Pada perlakuan kontrol insidensi
penyakit dapat mencapai 69%, sedangkan pada perlakuan kombinasi bakteri
insidensi penyakit hanya mencapai 31,3%.
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4239]