PEMBATALAN ITSBAT NIKAH TERHADAP PERKAWINAN POLIGAMI
Abstract
Itsbat nikah terhadap perkawinan poligami yang tidak ada izin dari isteri
pertama akan menimbulkan suatu akibat. Akibatnya yaitu memberikan
kesempatan kepada pihak-pihak yang diberi hak oleh undang-undang untuk
mengajukan permohonan pembatalan itsbat nikah terhadap perkawinan poligami
tersebut.
Dalam perkara Pengadilan Agama Lumajang Nomor :
2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj dimana pihak Penggugat mengajukan gugatan untuk
membatalkan itsbat nikah suami karena diketahui bahwa suami (Tergugat I) telah
melakukan perkawinan secara sirri dengan Tergugat II tanpa sepengetahuan
Penggugat selaku isteri pertama Tergugat I. Penggugat baru mengetahui bahwa
telah terjadi perkawinan antara Tergugat I dengan Tergugat II setelah perkawinan
Tergugat I dengan Tergugat II diitsbatkan. Berdasarkan hal tersebut, maka
Penggugat menyatakan bahwa itsbat nikah tersebut tidak sah, sehingga diajukan
suatu gugatan pembatalan itsbat nikah oleh Penggugat di Pengadilan Agama
Lumajang. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mengkaji lebih lanjut
dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “PEMBATALAN ITSBAT
NIKAH TERHADAP PERKAWINAN POLIGAMI (Studi Putusan
Pengadilan Agama Lumajang Nomor: 2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj ”.
Rumusan masalah meliputi 3 (tiga) hal, diantaranya : pertama, apakah
suatu perkawinan poligami yang telah dibatalkan itsbat nikahnya mempunyai
kekuatan hukum; kedua, Apa akibat hukum dari perkawinan poligami yang telah
dibatalkan itsbat nikahnya; ketiga, Apa yang menjadi ratio decidendi hakim dalam
memutus perkara Nomor : 2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj tentang pembatalan itsbat
nikah.
Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umumnya yaitu untuk memenuhi dan melengkapi tugas
sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana
Hukum Universitas Jember, sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dan
pengetahuan hukum. Tujuan khususnya yaitu untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini dan nantinya
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Metode penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah tipe penelitian
yuridis normatif (legal research) yang menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan
kasus (case approach) dengan penggunaan bahan hukum yang dipergunakan
untuk memecahkan suatu permasalahan yang menjadi pokok pembahasan berupa
bahan hukum primer yaitu Landasan Syariah Al-Qur’an dan Al-Hadits, Herziene
Indonesch Reglement (HIR), Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Putusan Pengadilan
Agama Nomor.2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj ditunjang dengan bahan hukum
sekunder dan bahan non hukum berupa buku tentang Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah dan bahan – bahan lainnya yang diperoleh dari kamus, makalah dan
internet yang bersifat mendukung dari bahan hukum primer dan dianalisis secara
ilmiah.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, bahwa perkawinan yang
telah dibatalkan itsbat nikahnya tidak mempunyai kekuatan hukum. Kedua,
perkawinan poligami yang telah dibatalkan itsbat nikahnya berakibat hukum
terhadap pembagian harta kekayaan dan anak hasil perkawinan yang dibatalkan
itsbat nikahnya. Ketiga, Kewenangan hakim Pengadilan Agama dalam memutus
pembatalan itsbat nikah dalam perkara ini didasarkan pada Pasal 49 ayat(1)
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Perubahan Kedua atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Saran dalam skripsi ini adalah Pertama, Hendaknya dibentuk suatu pasal
dalam perundang-undangan yang mengatur tentang kewenangan Pengadilan
Agama dalam mengadili perkara pembatalan itsbat nikah. Kedua, Hakim di
Pengadilan Agama hendaknya dalam membuat suatu penetapan, khususnya dalam
hal penetapan itsbat nikah harus lebih teliti dan ketat dalam menjalankan prosedur
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi penyelundupan hukum. Ketiga, Masyarakat khususnya para suami yang hendak
berpoligami harus memberitahukan identitas sebenarnya, apakah ia sudah
berkeluarga atau masih perjaka dan harus mendapatkan ijin dari isteri pertamanya.
Hal ini untuk mencegah terjadinya penyelundupan hukum.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]