• Login
    View Item 
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    ASPEK HUKUM BEA METERAI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA

    Thumbnail
    View/Open
    gdlhub (53)a_1.pdf (531.6Kb)
    Date
    2014-01-23
    Author
    FRIEDA SEPTIASARI
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Pengenaan Bea Meterai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Objek Bea Meterai dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 adalah dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang: perbuatan, keadaan/kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai menyatakan bahwa ”Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata” dikenakan Bea Meterai. Ketentuan tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 4 UndangUndang Nomor 13 Tahun 1985 yang mengatur mengenai dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai menimbulkan kerancuan penafsiran. Dokumen-dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai akan tetap dikenakan Bea Meterai jika akan digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara perdata. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis mengenai kewajiban Bea Meterai tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul ”ASPEK HUKUM BEA METERAI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA”. Rumusan masalah meliputi 3 (tiga) hal pertama, apakah pemeteraian terhadap dokumen-dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti surat di Pengadilan dapat dilakukan dengan cara melekatkan meterai sendiri oleh pihak yang berperkara. Kedua, apakah seluruh dokumen termasuk akta-akta autentik harus dilekatkan meterai (Nazegeling), apabila hendak dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan. Ketiga, apa akibat hukumnya jika alat bukti surat tidak atau kurang dilunasi Bea Meterai. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang cara pemeteraian kemudian terhadap dokumen-dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti surat di Pengadilan oleh pihak yang berpekara, tentang keharusan dilekatkan meterai terhadap dokumen-dokumen termasuk aktaakta otentik, apabila hendak dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan dan untuk mengetahui akibat hukum alat bukti surat yang tidak atau kurang dilunasi Bea Meterainya. Metodologi yang digunakan yaitu terdiri dari tipe penelitian secara yuridis normatif; pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach); sumber bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder; dan analisis bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen. Pelekatan Meterai pada dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti surat di Pengadilan tidak dapat dilakukan oleh pihak yang berperkara melainkan harus dilakukan pemeteraian kemudian (Nazegeling) di Kantor Pos. Seluruh dokumen termasuk akta-akta otentik yang hendak dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan wajib dibayar kembali Bea Meterainya menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Akibat hukum jika alat bukti surat tidak atau kurang dilunasi Bea Meterainya adalah alat bukti surat tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, maka hakim wajib menolak sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Bea Meterai. Saran dari skripsi ini adalah Pejabat Pemerintah, Hakim, Panitera, Jurusita, Notaris dan Pejabat Umum lainnya, dalam menjalankan tugas atau jabatannya agar selalu mensosialisasikan tentang bagaimana cara penggunaan Meterai, cara pelunasan bea meterai yang tidak atau kurang dilunasi bea meterainya dan cara pemeteraian kemudian terhadap dokumen yang apabila hendak dijadikan alat bukti di Pengadilan. Kepada masyarakat atau pihak yang berperkara, dalam mengajukan alat bukti surat di muka pengadilan, diwajibkan untuk melakukan Pemeteraian Kemudian (Nazegeling) terhadap dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti tersebut. Pihak yang berperkara dilarang atau tidak diperbolehkan melekatkan sendiri Meterai pada dokumen yang akan diajukan sebagai bukti surat tanpa adanya pengesahan dari pejabat kantor pos. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat sahnya pengajuan alat bukti surat di pengadilan.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22407
    Collections
    • UT-Faculty of Law [6297]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Context

    Edit this item

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository