ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYIDIKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU DI KAWASAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Abstract
Hutan memberikan banyak manfaat bagi umat manusia, karenanya wajib
disyukuri, diurus dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya
untuk kemakmuran rakyat bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Aksi pencurian kayu secara liar yang berlangsung sejak lama di Indonesia tidak
saja merugikan negara secara ekonomi dan memiskinkan rakyat sekitar hutan,
tetapi juga kerugian secara ekologis yang tidak dapat dihitung secara finansial,
yaitu hilangnya beberapa jenis/spesies keanekaragaman hayati.Peraturan
perundang-undangan yang ada masih bersifat sektoral, itupun belum menyentuh
kegiatan illegal tersebut, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah apakah bentuk kewenangan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melakukan penyidikan tindak
pidana pencurian kayu koordinasi dengan Penyidik Polri, dan apa syarat
penyerahan Berita Acara Penyidikan (BAP) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) kepada Penuntut Umum.
Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk maksud dari permasalahan
yang hendak dibahas. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian
yuridis normatif yang meliputi pendekatan masalah pendekatan perundangundangan
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach),
bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Dalam skripsi
ini, dapat penulis beri kesimpulan : 1. Bentuk kewenangan PPNS dalam melakukan penyidikan didasarkan pada
Pasal 77 ayat (2) UU No.41 th 1999 yakni : melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan, melakukan pemeriksaan terhadap orang
yang diduga melakukan tindak pidana, memeriksa tanda pengenal seseorang,
melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti, meminta keterangan
dan barang bukti, menangkap dan menahan dalam koordinasi dengan penyidik
Polri, membuat dan menandatangani berita acara dan menghentikan
penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti. Dan semua kewenangan
penyidikan PPNS harus berkoordinasi dengan Penyidik Polri sesuai ketentuan
Pasal 39 dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 45 th 2004.
2. Syarat peyerahan Berita Acara Penyidikan dari PPNS kepada Penyidik Polri
harus memenuhi syarat formil dan materiil.
a. Syarat formil terdiri dari: adanya Berita Acara (Pasal 75 KUHAP), Syarat
kepangkatan dan kewenangan penyidik (Pasal 2 dan 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983), izin khusus dari Ketua Pengadilan
Negeri, adanya laporan, Identitas tersangka (Pasal 143 ayat (2) huruf a
KUHAP), adanya izin penyitaan (SEMA Nomor 11 Tahun 1983), adanya
barangbukti, Selama proses penyidikan berlangsung izin penyitaan tidak
dapat dicabut atau dibatalkan (SEMA No 4 Tahun 1985), Perubahan status
benda sitaan harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat
(Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP butir 2), Penjualan atau
pelelangan benda sitaan harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat (Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP butir 7), foto copy
penyitaan surat sebagai barang bukti.
b. Syarat materiil terdiri dari : Adanya perbuatan melawan hukum, Adanya
kesalahan, Adanya dua alat bukti yang sah, Adanya alat bukti yang
menunjukkan tempus delicti, Adanya alat bukti yang menunjukkan Locus
delicti, Kejelasan tentang peran pelaku, Apabila dalam penelitian ternyata
tindak pidana itu termasuk tindak pidana khusus, bila berkas perkaranya
belum lengkap, berkas perkara tersebut tidak perlu dikembalikan.
Dalam hal pemberitahuan dimulainya penyidikan tindak pidana yang
dilakukan oleh PPNS hendaknya koordinasi tidak hanya antara PPNS dan Penyidik Polri saja. Sebaiknya pemberitahuannya disampaikan juga oleh PPNS
kepada penyidik Polri dengan tembusan kepada Penuntut umum, hal ini dilakukan
agar Penuntut Umum mengetahui dan dapat memberikan petunjuk-petunjuk untuk
melengkapi hasil penyidikan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]