PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS TERHADAP PEMBUBARAN KOPERASI YANG DINYATAKAN PAILIT
Abstract
Perjalanan pengelolaan koperasi dalam prakteknya tidak selalu membawa
koperasi ke arah yang lebih baik, sebagai contoh adalah adanya pembubaran koperasi.
Pembubaran koperasi ini tentunya menimbulkan tanggung jawab pada setiap elemen
yang berkaitan dengan lembaga koperasi, termasuk pengurus koperasi yang dianggap
memiliki tanggung jawab terbesar dalam koperasi. Salah satu alasan koperasi
dibubarkan adalah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, hal ini sesuai dengan
Pasal 105 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Berdasarkan
uraian tersebut diatas, maka akan diteliti dan dibahas lebih lanjut dalam suatu karya
ilmiah berbentuk skripsi yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pengurus.
Rumusan masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah mengenai: pertama,
bentuk pertanggungjawaban pengurus koperasi terhadap hutang-hutang koperasi jika
terjadi pembubaran karena pailit yang disebabkan oleh kesalahan pengurus. Kedua,
akibat hukumnya jika pengurus koperasi lalai dalam melakukan tanggungjawab
terhadap hutang-hutang koperasi jika terjadi pembubaran karena pailit yang
disebabkan oleh kesalahan pengurus . Ketiga, mekanisme yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa apabila pengurus koperasi tidak mau bertanggung jawab.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bentuk
pertanggungjawaban pengurus koperasi terhadap hutang-hutang koperasi jika terjadi
pembubaran karena pailit yang disebabkan oleh kesalahan pengurus, untuk
mengetahui dan memahami mekanisme yang digunakan untuk menyelesaikan
sengketa apabila pengurus koperasi tidak mau bertanggung jawab terhadap
pembubaran koperasi karena pailit, untuk mengetahui dan memahami akibat hukum
jika pengurus koperasi lalai dalam melakukan tanggungjawab terhadap pembubaran
koperasi karena pailit. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (Legal Research). Pendekatan masalah
yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statue approach). Selanjutnya
bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan non hukum. Hasil tersebut dianalisis menggunakan metode analisis isi
(content analysis). Akhirnya ditarik kesimpulan yang memberikan deskripsi yang
bersifat preskriptif dan terapan.
Pada pembahasan akan menjawab rumusan masalah yaitu mengenai bentuk
pertanggungjawaban pengurus terhadap utang-utang koperasi jika terjadi pembubaran
karena pailit yang disebabkan oleh kesalahannya adalah termasuk dalam bentuk
tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (Liability Based On Fault) yang
sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata dan 1366 KUHPerdata, yaitu pengurus
bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu bertanggung
jawab sampai kekayaan pribadi. Tanggung jawab pengurus terdapat dalam Pasal 60
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Pada saat harta koperasi
tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga yakni para kreditor
iii
maka tidak hanya pengurus, anggota juga bertanggung jawab hanya sebatas Setoran
Pokok, Sertifikat Modal Koperasi, dan/atau Modal Penyertaan yang dimiliki. Seorang
pengurus koperasi yang lalai dalam bertanggung jawab mempunyai akibat hukum.
Akibat hukum pengurus koperasi yang lalai dalam melakukan tanggung jawabnya
terhadap pembubaran koperasi yang dinyatakan pailit oleh pengadilan adalah akibat
bagi kreditor dan pengurus itu sendiri. Akibat hukum bagi kreditor yaitu mau tidak
mau menanggung kerugian akibat kelalaian pengurus yaitu sulit untuk mendapatkan
uangnya kembali. Akibat hukum bagi pengurus diwujudkan dalam bentuk pemberian
sanksi. Sanksi tersebut sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
masing-masing koperasi. Mekanisme yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa
terhadap pengurus yang lalai atau tidak mau bertanggung jawab terhadap pembubaran
koperasi yang dinyatakan pailit adalah menggunakan penyelesaian sengketa melalui
jalur di luar pengadilan yakni negosiasi. Pada saat melalui proses secara kekeluargaan
tersebut tidak tercapai kata mufakat, maka perselisihan akan diselesaikan melalui
jalur hukum (jalur pengadilan), sesuai dengan Pasal 60 ayat (4) Undang-Undang No.
17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.
Berdasarkan uraian tersebut ada beberapa saran diantaranya: Untuk DPR RI,
a) hendaknya dibuat aturan yang khusus mengenai pertanggungjawaban pengurus
koperasi; b) hendaknya dibentuk Lembaga Penyelesaian Perselisihan Koperasi agar
anggota ataupun pengurus koperasi mendapat perlindungan hukum yang lebih
memadai; c) ada baiknya kepailitan koperasi dicantumkan dalam Undang-Undang
Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Untuk koperasi sendiri, ada beberapa saran diantaranya: a) hendaknya
pengurus koperasi dipilih dari anggota yang benar-benar mempunyai etikad baik, agar
tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan koperasi karena perbuatan pengurus,
dengan demikian koperasi dapat berkembang; b) hendaknya dalam Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga dicantumkan sanksi yang lebih menjamin kepentingan
pihak yang dirugikan; c) hendaknya upaya penyelesaian perselisihan dalam
pelaksanaan tanggung jawab terhadap pembubaran koperasi menekankan pada
penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan (Non Litigasi), yaitu musyawarah secara
kekeluaragaan, sebisa mungkin tidak menggunakan jalur pengadilan mengingat asas
koperasi adalah kekeluargaan. Dengan demikian keberlangsungan organisasi dan
usaha koperasi dapat berjalan dengan lancar.
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]