Show simple item record

dc.contributor.authorYUNI KARTIKA RAHAYU PUTERI
dc.date.accessioned2014-01-22T05:58:48Z
dc.date.available2014-01-22T05:58:48Z
dc.date.issued2014-01-22
dc.identifier.nimNIM060710101014
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/21047
dc.description.abstractRumusan masalah yang hendak dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai aspek hukum perwakafan tanah milik orang lain oleh wakif menurut Undang- Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, Akibat hukum perwakafan tanah milik orang lain oleh wakif menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, Penyelesaian sengketa wakaf apabila wakif mewakafkan tanah milik orang lain. Tujuan penelitian skripsi terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus yang diharapkan tercapai dari penulisan skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah yang berupa pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta menggunakan analisis hukum dengan metode deduktif. Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: pertama, Harta yang di wakafkan oleh wakif harus harta benda miliknya sendiri bukan harta benda orang lain yang diwakafkan. Adapun syarat-syarat untuk menjadi wakif (pewakaf) yaitu mempunyai kecakapan taburru’ dan yakin melepaskan hak milik tanpa imbalan materiil. Orang yang dikatakan mempunyai ber-taburru’ apabila telah baliq (umur 15 tahun), berakal sehat, dan tidak terpaksa (Azhari Basyir, 1987: 9 -10).Kedua, Dalam hal tanah wakaf yang mengalami perwakafan tanah milik orang lain akan menimbulkan suatu akibat dari hal tersebut. Perwakafan tanah hak milik tersebut akan berakibat yang baik atau secara positif maupun berakibat yang buruk atau secara negatif. Hal ini dikarenakan pro dan kontra dengan adanya perwakafan tanah milik tersebut baik dari kalangan para ulama-ulama, pejabat-pejabat yang berwenang, masyarakat umum ataupun pihak-pihak yang lainnya.Ketiga, Sejak tahun 2005 sampai sekarang sengketa wakaf yang diselesaikan oleh Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung RI. Adapun dasar hukum bagi penyelesaian sengketa wakaf dapat dilihat dalam beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. Pasal 226 KHI menyebutkan: Penyelesaian sepanjang yang menyangkut benda wakaf dan Nadzhir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan b. Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan dilakukan dengan cara: musyawarah untuk mufakat, mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Pada penjelasan pasal tersebut berbunyi: Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga(mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Adapun saran dari penulis yaitu Adanya pengajuan tuntutan ke Pengadilan bagi pihak yang merasa haknya dilanggar merupakan suatu keharusan untuk menjamin adanya kepastian hukum, pengadilan sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan dan dianggap memberikan suatu kepastian hukum karena putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101014;
dc.subjectHUKUM PERWAKAFANen_US
dc.titleASPEK HUKUM PERWAKAFAN TANAH MILIK ORANG LAIN OLEH WAKIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAFen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record