POTENSI Elaeidobius kamerunicus Faust. SEBAGAI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN KELAPA SAWIT RAKYAT KABUPATEN BLITAR
Abstract
Bunga jantan dan bunga betina pada tanaman kelapa sawit terpisah serta
memiliki waktu pematangan yang berbeda sehingga sangat jarang terjadi
penyerbukan sendiri ( Pardamean, 2011). Kenyataan ini menyebabkan tanaman
ini memerlukan penyerbukan silang. Kabupaten Blitar mulai membuka kebun
kelapa sawit rakyat pada tahun 2006 dan baru memanfaatkan E. kamerunicus
sebagai serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS). Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh E. kamerunicus sebagai serangga
penyerbuk kelapa sawit di Kabupaten Blitar.
Penelitian dilaksanakan di kebun kelapa sawit rakyat Kabupaten Blitar
bulan Januari sampai Mei 2012, menggunakan metode observasi langsung
terhadap 3 macam potensi, yang dimiliki oleh SPKS, yaitu potensi penyerbukan,
potensi biologi, dan potensi ekonomi. Pengamatan potensi penyerbukan dilakukan
terhadap parameter nilai Fruit set pada TBS hasil penyerbukan buatan dan TBS
hasil penyerbukan E. kamerunicus yang dilanjutkan dengan analisis dengan
menggunakan uji T. Pengamatan potensi biologi dilakukan terhadap parameter
lama hidup imago, lama waktu siklus hidup, serta kemampuan bertelur. Potensi
ekonomi ditentukan dari perhitungan efisiensi biaya penyerbukan yang diberikan
oleh E. kamerunicus dan sisa laba kotor yang diberikan oleh penyerbukan buatan
dan E. kamerunicus.
Hasil penelitian menujukkan bahwa bahwa nilai Fruitset TBS penyerbukan
buatan tidak berbeda nyata dengan Fruitset hasil penyerbukan oleh E.
kamerunicus. Lama hidup imago jantan 19,73 hari sedangkan betina 17,47 hari,
lama siklus hidup 13,58 hari, dan imago betina mampu menghasilkan 32,77 butir
telur semasa hidupnya. Perhitungan potensi ekonomi menunjukkan bahwa E.
kamerunicus mampu menghemat biaya penyerbukan sebesar 47.694 rupiah untuk
tiap 20 pohon/45 hari, serta sisa laba kotor sebesar 39.920 rupiah sedangkan
penyerbukan buatan menghasilkan laba kotor — 9.134 rupiah.
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4239]