ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN SEBAGAI SYARAT BERLAKUNYA WASIAT DALAM HUKUM WARIS ISLAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA
Abstract
Hukum waris yang mengatur di bidang wasiat sebagai salah satu bidang
hukum yang berada di luar bidang yang bersifat netral kiranya sulit untuk
diperbaharui dengan jalan perundang-undangan atau kodifikasi guna mencapai
suatu unifikasi hukum. Hal itu disebabkan upaya ke arah membuat wasiat yang
sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran masyarakat akan senantiasa mendapat
kesulitan, mengingat beranekaragamnya corak budaya, agama, sosial, dan adat
istiadat serta sistem kekeluargaan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
lanjut mengenai asas personalitas keislaman yang terdapat pada asas dalam sistem
peradilan agama dalam bidang wasiat, dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi
dengan judul “Asas Personalitas Keislaman Sebagai Syarat Berlakunya Wasiat
dalam Hukum Waris Islam Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang
Peradilan Agama”
Tujuan dalam penyusuna karya ilmiah ini untuk mengetahui dan mengkaji
kedudukan wasiat dalam hukum waris Islam di Indonesia dan untuk mengetahui
dan mengkaji penerapan asas personalitas keislaman dalam memberlakukan
wasiat terhadap hukum waris Islam.
Metode penelitian dalam karya tulis ilmiah ini antara lain tipe penelitian
yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif,pendekatan masalah
yang digunakan pendekatan undang-undang (statue approach). Sumber bahan
hukum mencakup sumber bahan hukum primer,sumber bahan hukum sekunder
dan bahan non hukum, Sedangkan analisa bahan hukum yang digunakan adalah
metode deduktif.
Pembahasan permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut adalah
bagaimana kedudukan wasiat dalam hukum waris Islam dan penerapan asas
personalitas keislaman sebagi syarat berlakunya wasiat dalam hukum waris islam.
Kedudukan wasiat dalam hukum kewarisan Islam sangat penting. Berulang-ulang
disebutkan dalam al-Qur’an mengenai wasiat ini, baik dalam ayat-ayat al-Qur’an
sebelum turunnya ayat kewarisan maupun sesudah turunnya ayat kewarisan, terutama dalam ayat kewarisan bersangkutan itu sendiri. Syarat-syarat dalam
wasiat ada 3 yakni pemberi wasiat, penerima wasiat, dan sesuatu yang
diwasiatkan. Kedudukan wasiat dalam hukum waris Islam disini adalah
menyangkut pada wasiat itu sendiri sebagai pembagi harta warisan dan wasiat
dalam hukum kewarisan Islam dapat juga untuk menyeimbangkan perolehan anak
laki-laki dan anak perempuan. Apabila terjadi perselisihan atau persengketaan
dalam masalah wasiat baik yang menyangkut obyek maupun subyeknya
menyangkut orang islam dan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah atau
kekeluargaan. Selanjutnya diselesaikan dengan jalan melalui badan peradilan
khususnya Peradilan Agama, maka Peradilan Agama dapat menerapkan Asas
Personalitas Keislaman. Peradilan Agama sebagai wadah bagi pencari keadilan
dalam menjalankan tugasnya menerapkan asas personalitas keislaman. artinya
Peradilan Agama mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
perkara perdata tertentu bagi mereka yang beragama Islam sesuai dengan
ketentuan pasal 2 jo pasal 49 Undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang
peradilan agama. Pasal 49 ayat (1) dan penjelasan umum paragraf pertama
Undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, diuraikan dalam
asas personalitas kelslaman yang melekat pada Undang-undang Peradilan Agama.
Hal yang sama juga dicantumkan dalam penjelasan umum angka 2 alinea 2
Undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang berbunyi "
Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama
Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf zakat, infaq,
shadaqah, dan ekonomi syari'ah berdasarkan Hukum Islam".
Saran dari penul i s yakni keberadaan dan pel aksanaan wasi at
sebagai bent uk pembagi harta warisan dan wasiat dalam hukum kewarisan
Islam yang dapat juga untuk menyeimbangkan perolehan anak laki-laki dan anak
perempuan harus senant i asa dilestarikan dalam kehidupan masyarakat
untuk kemaslahatan bersama, namun demikian harus sesuai dengan
ketentuan dan persyaratan yang berlaku sesuai dengan tujuannya, tepat
sasaran dan bermanfaat sehingga tidak menimbulkan sengketa wasiat
dikemudian hari.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]