Show simple item record

dc.contributor.authorUmam Subekhi
dc.date.accessioned2014-01-20T06:10:08Z
dc.date.available2014-01-20T06:10:08Z
dc.date.issued2014-01-20
dc.identifier.nimNIM010710101099
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/18360
dc.description.abstractKomplek kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus kawasan hutan lindung berdasarkan besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel pada tanggal 29 Juli 1931 nomor 7347/B serta Besluit director van economische Zaken tanggal 28 april 1938 Nomor 5751. kemudian pada tanggal 6 Juni 1972 kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa seluas 50.000 Ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor. 276/Kpts/Um/1972 dengan tujuan perlindungan jenis satwa Harimau Jawa. Selanjutnya dengan Surat Pernyataan menteri Pertanian Nomor. 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 277/kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997. Dalam rangka optimalisasi fungsi dan pengelolaan kawasan telah ditetapkan sebagai Zonasi Taman Nasional Meru Betiri berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor: 185/Kpts/DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 dengan zonasi sebagai berikut : a. Zona inti seluas 27.915 Ha. b. Zona Rimba seluas 22.622 Ha c. Zona Pemanfaatan Intensif seluas 1.285 Ha d. Zona Rehabilitasi seluas 4.023 Ha e. Zona Pemanfaatan Khusus atau Penyangga seluas 2.155 a. Tujuan yang ingin diketahui adalah untuk mengetahui apakah implikasi kebijakan Social Forestry bagi masyarakat di sekitar hutan Taman Nasional Meru Betiri, untuk mengetahui apakah ada manfaat dari kebijakan Social Forestry bagi masyarakat di sekitar hutan Taman Nasional Meru Betiri, juga untuk mengetahui apakah masyarakat terlibat secara aktif dalam pengamanan hasil-hasil hutan Dalam melakukan penulisan,metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi adalah melalui pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif. Sedangkan sumber yang diperoleh bahan hukum primer,yaitu bahan hukum yang diperoleh langsung dari lapangan yang berupa hasil wawancara dengan pihakpihak yang terkait dan bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang didapat secara tidak langsung berupa peraturan perundang-undangan,dokumentasi maupun informasi yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian, pembangunan kehutanan harus memperhatikan daya dukung ekosistem, sehingga fungsi ekonomi, ekologi dan sosial sumber daya hutan dapat selaras dan seimbang. Dengan adanya ideologi pembangunan sumber daya hutan yang berbasis masyarakat (community-based forest manage-ment), yang ditindak lanjuti dengan adanya kebijakan dari pemerintah tentang Social Forestry, pengelolaan hutan dapat berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dapat meningkat. Saran yang ingin disampaikan adalah agar pelaksanaan kegiatan Social Forestry di kawasan Taman Nasional meru Betiri dapat menunjang keberhasilan diperlukan adanya semangat, kerja sama dan kerja keras para pihak yaitu Pihak Balai Taman Nasional Meru Betiri dengan masyrakat penyangga atau masyrakat sekitar hutan serta lembaga atau LSMen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries010710101099;
dc.subjectKEBIJAKAN SOCIAL FORESTRY DEPARTEMEN KEHUTANANen_US
dc.titleASPEK HUKUM KEBIJAKAN SOCIAL FORESTRY DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KAWASAN BALAI TAMAN NASIONAL MERU BETIRIen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record