ASPEK HUKUM KEBIJAKAN SOCIAL FORESTRY DEPARTEMEN KEHUTANAN DI KAWASAN BALAI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Abstract
Komplek kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus kawasan
hutan lindung berdasarkan besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden
Handel pada tanggal 29 Juli 1931 nomor 7347/B serta Besluit director van
economische Zaken tanggal 28 april 1938 Nomor 5751. kemudian pada tanggal 6
Juni 1972 kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai kawasan Suaka
Margasatwa seluas 50.000 Ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
nomor. 276/Kpts/Um/1972 dengan tujuan perlindungan jenis satwa Harimau
Jawa.
Selanjutnya dengan Surat Pernyataan menteri Pertanian Nomor.
736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober Suaka Margasatwa Meru Betiri
dinyatakan sebagai kawasan Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 277/kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997.
Dalam rangka optimalisasi fungsi dan pengelolaan kawasan telah
ditetapkan sebagai Zonasi Taman Nasional Meru Betiri berdasarkan Keputusan
Direktur Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor: 185/Kpts/DJ-V/1999
tanggal 13 Desember 1999 dengan zonasi sebagai berikut :
a. Zona inti seluas 27.915 Ha.
b. Zona Rimba seluas 22.622 Ha
c. Zona Pemanfaatan Intensif seluas 1.285 Ha
d. Zona Rehabilitasi seluas 4.023 Ha
e. Zona Pemanfaatan Khusus atau Penyangga seluas 2.155 a.
Tujuan yang ingin diketahui adalah untuk mengetahui apakah implikasi
kebijakan Social Forestry bagi masyarakat di sekitar hutan Taman Nasional Meru
Betiri, untuk mengetahui apakah ada manfaat dari kebijakan Social Forestry bagi
masyarakat di sekitar hutan Taman Nasional Meru Betiri, juga untuk mengetahui
apakah masyarakat terlibat secara aktif dalam pengamanan hasil-hasil hutan
Dalam melakukan penulisan,metode penelitian yang dipergunakan dalam
penulisan skripsi adalah melalui pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif.
Sedangkan sumber yang diperoleh bahan hukum primer,yaitu bahan hukum yang diperoleh langsung dari lapangan yang berupa hasil wawancara dengan pihakpihak
yang terkait dan bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang didapat
secara tidak langsung berupa peraturan perundang-undangan,dokumentasi
maupun informasi yang berkaitan dengan skripsi ini.
Dengan demikian, pembangunan kehutanan harus memperhatikan daya
dukung ekosistem, sehingga fungsi ekonomi, ekologi dan sosial sumber daya
hutan dapat selaras dan seimbang. Dengan adanya ideologi pembangunan sumber
daya hutan yang berbasis masyarakat (community-based forest manage-ment),
yang ditindak lanjuti dengan adanya kebijakan dari pemerintah tentang Social
Forestry, pengelolaan hutan dapat berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan dapat meningkat.
Saran yang ingin disampaikan adalah agar pelaksanaan kegiatan Social
Forestry di kawasan Taman Nasional meru Betiri dapat menunjang keberhasilan
diperlukan adanya semangat, kerja sama dan kerja keras para pihak yaitu Pihak
Balai Taman Nasional Meru Betiri dengan masyrakat penyangga atau masyrakat
sekitar hutan serta lembaga atau LSM
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]