PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES) DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
Abstract
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak akan pernah lepas dari
segala bentuk bantuan dari orang lain. Oleh karena itu setiap manusia
mengharapkan adanya ketentraman, kerukunan serta terhindar dari segala
ketakutan akan terjadinya suatu kejahatan. Wilayah Indonesia yang begitu luas
serta aparat yang terbatas maka setiap orang diperkenankan oleh undang-undang
untuk mengadakan pembelaan diri sebagai wujud untuk mempertahankan diri,
orang lain, kehormatan, kesusilaan serta harta benda sendiri atau orang lain.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik
suatu permasalahan yang dirumuskan dalam skripsi ini, yaitu meliputi 2 (dua) hal
yakni mengenai ada tidaknya Pembelaan Terpaksa Melampui Batas (Noodweer
Exces) dalam tindak pidana pembunuhan dalam perkara
Nomor:961/Pid.B/2008/Pn.Jr. dan mengenai analisis Hakim mengenai
pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan
tindak pidana pembunuhan. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk
mengetahui dan mengkaji mengenai adanya Pembelaan Terpaksa Melampui Batas
(Noodweer Exces) dalam tindak pidana pembunuhan serta mengetahui dan
mengkaji mengenai bagaimanakah pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa
perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana pembunuhan.
Manfaat dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua) yakni manfaat
secara teoritis dan secara praktis. Tipe penelitian yang dipergunakan adalah tipe
penelitian secara yuridis normative, dengan pendekatan masalah berupa
pendekatan perundang undangan (statue approach) Study kasus (study approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual Approach). Sumber bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jember no.961/pid.b/2008/pn.jr
adalah merupakan kasus pembunuhan dengan dakwaan subsidair yaitu primiar
diancam dalam pasal 338 KUHP dan subsidair diancam dalam pasal 351 ayat 3.
xii
Dalam skripsi ini menunjukkan bahwa terdakwa mengajukan pembelaan secara
lisan melalui penasehat hukumnya yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa di
lakukan atas dasar membela kohormatan keluarganya, dan dalam hal ini terdakwa
mengajukan pembelaannya mengenai pembelaan terpaksa pasal 49 ayat 1 dan 2.
Akan tetapi dalam putusannya hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa
bukan merupakan pembelaan terpaksa pasal 49 ayat 1 dan 2, karena unsur utama
mengenai adanya serangan yang melawan hukum tidak terpenuhi. Karena
perbuatan terdakwa bukan merupakan pembelaan terpaksa pasal 49 ayat 1 dan 2
maka terdakwa dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Oleh karena itu
perbuatan terdakwa sacara sah dan meyakinkan melanggar pasal 338 KUHP
mengani pembunuhan biasa. Walaupun dalam tuntutannya Penuntut Umum
menyatakan bahwa perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana penganiayaan
yang mengakibatkan kematian yakni melanggar pasal 351 ayat 3 KUHP.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah bahwa pembelaan terdakwa
yang menyatakan bahwa perbuatnnya merupakan pembelaan terpaksa dapat
diabaikan karena sebagian atau beberapa unsur mengenai pembelaan terpaksa
melampui batas tidak terpenuhi. Selain itu penulis juga sependapat dengan
putusan Hakim Pengadilan Negeri Jember yang menyatakan bahwa perbuatan
terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 338 KUHP mengenai
pembunuhan. Adapun saran dari penulis selayaknya menjadi dasar untuk
memperingan hukuman terdakwa yang dalam hal ini adalah terdakwa
menyerahkan dirinya dan mengakui kesalahannya. Selain itu apabila terdakwa
mempunyai keyakinan bahwa perbuatannya merupakan pembelaan terpaksa pasal
49 ayat 1 dan 2 diharapkan untuk membawa perkara ini ke tingkat banding. Agar
keadilan yang diharapkan tetap terjunjung tinggi.
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]