Show simple item record

dc.contributor.authorSITI DWI NUR QADARWATI
dc.date.accessioned2014-01-20T02:39:19Z
dc.date.available2014-01-20T02:39:19Z
dc.date.issued2014-01-20
dc.identifier.nim070710191043
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/18128
dc.description.abstractPerkawinan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, dalam masyarakat. Melalui perkawinan yang dilakukan menurut aturan hukum yang mengatur mengenai perkawinan ataupun menurut hukum agama masing-masing sehingga suatu perkawinan dapat dikataka sah, maka pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Diantara rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan terdapat wali nikah. Wali nikah dalam suatu perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk mengawinkannya. Wali didalam perkawinan adalah hal yang sangat penting dan menentukan. Tidak sah perkawinan tanpa adanya wali dari pihak perempuan, sedangkan bagi calon pengantin laki-laki tidak di perlukan wali nikah untuk sahnya perkawinan tersebut. Apabila tidak ada sama sekali wali yang disebutkan di atas ataupun wali nasabnya tidak mau mengawinkan maka mempelai tersebut bisa menggunakan wali hakim untuk melangsungkan perkawinan. bagi pihak perempuan tersebut bisa mendapatkan wali hakim dengan cara mengajukan permohonan wali adhol yang ditujukan kepada pengadilan agama tempat calon mempelai wanita bertempat tinggal. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal yaitu ; (1) apakah alasan wali nasab yang menolak menjadi wali dalam perkawinan bagi anaknya ? (2) apakah dasar pertimbangan hukum berpindahnya wali nasab kepada wali hakim dalam pelaksanaan perkawinan ?dan (3) apakah akibat hukum ditetapkannya wali hakim dalam perkawinan ? Tujuan umum dilaksanakannya penulisan hukum ini antara lain : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar sarjana Hukum pada fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum perkawinan. Sedangkan tujuan Khusus dalam penulisan hukum ini adalah : untuk mengetahui dan memahami alasan wali nasab yang menolak menjadi wali dalam perkawinan bagi anaknya, dasar pertimbangan hukum berpindahnya wali nasab kepada wali hakim dalam pelaksanaan perkawinan dan akibat hukum ditetapkannya wali hakim dalam perkawinan. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulisan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa; Bahwa perkara wali adhal adalah merupakan kompetensi pengadilan agama sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (2) peraturan pemerintah Nomor 2 tahun 1987 tentang Wali hakim. Bahwa berdasarkan keterangan pemohon, bukti-bukti yang disampaikan di persidangan majelis menemukan fakta-fakta bahwa wali nikah pemohon menyatakan di depan persidangan tidak mau atau menolak menikahkan pemohon dengan calon suaminya adalah tidak beralasan hukum dan bertentangan dengan syarat-syarat sahnya perkawinan yang terdapat dalam bab II pasal 6 sampai dengan pasal 11 undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan bab VI Pasal 39 sampai dengan pasal 44 kompilasi hukum islam dimana ketentuan-ketentuan dari aturan-aturan yang termuat dalam pasal tersebut diatas dijadikan pertimbangan hukum oleh majelis hakim untuk menetapkan berpindahnya wali nasab kepada wali hakim dalam perkawinan, disamping itu sesuai dengan ketentuan pasan 6 ayat (1) dan ayat (2) peraturan Menteri agama No.2 tahun 1987 tentang wali hakim bahwa wali nasab diperbolehkan menikahkan anaknya bila merubah fikirannya sekalipun sudah ada penetapan pengadilan agama tentang adhalnya wali. Saran yang diberikan bahwa, hendaknya orang tua sebagai wali nikah dapat bertindak bijaksana sehingga dapat merestui dan menikahkan putrinya sebagai wali yang sah. Pernikahan harus dilangsungkan dengan wali. Apabila dilangsungkan tidak dengan wali atau yang menjadi wali bukan bukan yang berhak maka pernikahan tersebut tidaklah sah dan dianggap perkawinannya tidak pernah ada. Wali hakim merupakan jalan terakhir bagi dilangsungkannya perkawinan. Hendaknya hakim dapat bertindak adil dalam memutuskan perkara penetapan wali hakim, karena nikah merupakan upaya positif dalam membentuk ikatan keluarga yang kekal dan abadi. Jangan sampai halangan pernikahan karena tidak adanya restu dari wali yang adhal, menjadikan pergaulan manusia menjadi sesuatu yang dosa dalam perzinahan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710191043;
dc.subjectBERPINDAHNYA WALI NASABen_US
dc.titleKajian Yuridis Berpindahnya Wali Nasab Kepada Wali Hakim dalam Perkawinanen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record