AKIBAT HUKUM PERCERAIAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI SEDANG HAMIL MENURUT HUKUM ISLAM
Abstract
Rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai pembahasan adalah apakah
perceraian yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya yang sedang hamil
mempunyai kekuatan hukum. Apa akibat hukum dari perceraian bagi seorang istri
yang sedang hamil. Apakah seorang istri yang dicerai oleh suaminya pada waktu
hamil mendapatkan hak pembagian harta.
Tujuan penulisan skripsi ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum yaitu, untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna
mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas Jember, sebagai sarana untuk
mengembangkan ilmu hukum, dan sebagai sumbangan untuk almamater tercinta.
Tujuan khususnya untuk mengkaji dan menganalisa permasalahan yang diangkat
dalam skripsi ini.
Metode penelitian mutlak diperlukan dalam penulisan setiap karya tulis
ilmiah, agar analisa objek studi sesuai dengan prosedur yang benar sehingga
kesimpulan yang diperoleh mendekati kebenaran objektif dan dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah. Tipe penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah yuridis
normatif (legal research). Pendekatan masalah yang dipakai adalah dengan
menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual.
Hasil penelitian, talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istri yang sedang
hamil menurut hukum Islam tidak mempunyai kekuatan hukum sebab tidk sah, karena
talak tersebut dianggap tidak jatuh, kecuali bila hakim menyatakan jatuh, sebab
putusan hakim mampu menetralisir perbedaan pendapat. Hal ini hal ini dijelaskan
dalam surat At-Thalaq yaitu: “ Wahai Nabi, apabila kalian hendak menceraikan para
istri kalian maka ceraikanlah mereka pada saat mereka dapat (menghadapi)
iddahnya…..”(At-Thalaq :1).Akibat perceraian, mantan suami wajib memberikan
nafkah kepada mantan istri yang hamil sampai melahirkan. Pembagian harta bersama
anatara suami istri adalah separoh-separoh selama tidak ditentukan lain dalam
perjanjian. Anak yang masih di bawah umur hak perwaliannya berada pada ibunya,
dan anak tersebut berhak mendapatkan harta waris dari orang tuanya.
Saran, seharusnya seorang suami tidak mentalak istrinya pada waktu hamil,
karena dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan si janin dan si ibu (istri) akibat
perceraian yang dilakukan suaminya, suami harus tetap memberi nafkah bagi istri dan
anaknya, membiayai semua biaya kelahiran istrinya sampai anak tersebut lahir.
Pembagian harta bersama antara suami istri adalah seperdua (1/2) agar tidak
menimbulkan pertengkaran sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak
Collections
- UT-Faculty of Law [6243]