Show simple item record

dc.contributor.authorDea Retsy Rizandhy
dc.date.accessioned2013-11-29T07:53:04Z
dc.date.available2013-11-29T07:53:04Z
dc.date.issued2013-11-29
dc.identifier.nimNIM070710101159
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/1755
dc.description.abstractDi Indonesia telah tumbuh dan berkembang banyak industri dan jasa, baik yang berskala besar maupun kecil, terutama sejak dilaksanakannya pembangunan nasional secara bertahap dan terencana melalui rencana pembangunan lima tahun (Repelita). Pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa di satu pihak membawa dampak positif, antara lain tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. Akan tetapi, di pihak lain terdapat dampak negatif, yaitu dampak penggunaan dari teknologi itu sendiri serta perilaku bisnis yang timbul karena makin ketatnya persaingan yang mempengaruhi masyarakat konsumen. Berkaitan dengan hal-hal diatas, maka konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya karena praktik bisnis curang tersebut. Disamping itu, dengan pemahaman bahwa semua masyarakat adalah konsumen, maka melindungi konsumen berarti juga melindungi seluruh masyarakat. Sesuai dengan amanat Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka perlindungan konsumen menjadi penting. Jika disadari bahwa konsumen atau masyarakat adalah pelaksana pembangunan yang sekaligus juga sumber modal bagi pembangunan, maka untuk kelangsungan pembangunan nasional mutlak diperlukan perlindungan konsumen itu. Adapun permasalahan yang sering terjadi di dalam masyarakat adalah mengenai masalah pelayanan publik yang semakin sering menjadi bahan perbincangan yang tak pernah selesai. Pada kenyataannya mengenai masalah pelayanan publik tersebut yang sering kita jumpai adalah berkaitan dengan produk (baik barang maupun jasa). Pembahasan permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut adalah bagaimana hubungan hukum antara PT. PLN sebagai penyedia jasa kelistrikan dan konsumen sebagai pengguna jasa kelistrikan, bagaimana tanggung jawab PT. PLN khususnya dalam pelaksanaan kegiatan P2TL jika mengakibatkan kerugian terhadap konsumen, dan upaya apa yang dapat dilakukan oleh konsumen jika merasa dirugikan oleh pihak PT. PLN akibat pelaksanaan kegiatan P2TL. Pembahasan permasalahan tersebut dilakukan dengan menganalisa bahan hukum primer dan sekunder dengan menggunakan metode deduktif dengan mengidentifikasi fakta hukum yang berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen dan mengenai ketenagalistrikan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Ketenagalistrikan. Upaya perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen pengguna jasa ketenagalistrikan, adalah dengan perlindungan hukum secara preventif, namun upaya perlindungan hukum secara preventif dirasa kurang efektif karena pada realisasinya masih terdapat banyaknya keluhan dari konsumen yang merasa dirugikan dan masih belum mendapat ganti rugi serta belum mendapatkan kepastian akan hak-haknya yang terlalaikan akibat tindakan dari pelaku usaha. Pelaku usaha jasa ketenagalistrikan jika dalam usahanya merugikan kepentingan konsumen maka ia diharuskan bertanggung jawab dalam hal pemberian ganti kerugian, bertanggung jawab untuk berproses hukum, serta bertanggung jawab dalam hal pembuktian. Upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen pengguna jasa ketenagalistrikan jika hak-haknya tidak dipenuhi oleh pelaku usaha jasa ketenagalistrikan, yakni dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha, menyelesaian sengketa konsumen melalui LPKSM, menyelesaikan sengketa konsumen melalui BPSK, menyelesaikan sengketa konsumen melalui Pengadilan. Dalam hal meningkatkan upaya perlindungan terhadap konsumen diperlukan pula adanya penyuluhan atau sosalisasi kepada masyarakat agar mereka mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan apabila ada suatu kegiatan atau program kerja baru dari pihak pelaku usaha dan itu berkaitan dengan masyarakat. Perlu adanya peninjauan ulang mengenai isi dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen, walaupun peraturan tersebut telah dijadikan dasar namun didalamnya tidak memuat mengenai Bab yang mengatur Ganti Rugi dan atau Kompensasi serta pemulihan nama baik kepada para pelanggan/ konsumen yang dirugikan, dan juga perlu adanya Bab khusus di dalam Undang- Undang ketenagalistrikan yang membahas mengenai pemulihan nama baik dan juga untuk melindungi para pengguna jasa ketenagalistrikan, sehingga apabila ada kesalahan yang tidak mereka lakukan pelanggan atau konsumen PLN tidak akan selalu diposisikan sebagai pihak yang harus menerima saja hal-hal yang tercantum dalam salah satu kebijakan yang dibuat tersebut.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101159;
dc.subjectperlindungan konsumen, ketenagalistrikanen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKANen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record