PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN
Abstract
Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang banyak industri dan jasa, baik
yang berskala besar maupun kecil, terutama sejak dilaksanakannya pembangunan
nasional secara bertahap dan terencana melalui rencana pembangunan lima tahun
(Repelita). Pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa di satu pihak
membawa dampak positif, antara lain tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang
mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adanya alternatif pilihan bagi
konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. Akan tetapi, di pihak lain terdapat
dampak negatif, yaitu dampak penggunaan dari teknologi itu sendiri serta perilaku
bisnis yang timbul karena makin ketatnya persaingan yang mempengaruhi
masyarakat konsumen.
Berkaitan dengan hal-hal diatas, maka konsumen perlu dilindungi secara
hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya karena praktik bisnis curang
tersebut. Disamping itu, dengan pemahaman bahwa semua masyarakat adalah
konsumen, maka melindungi konsumen berarti juga melindungi seluruh
masyarakat. Sesuai dengan amanat Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, maka perlindungan konsumen menjadi penting. Jika disadari bahwa
konsumen atau masyarakat adalah pelaksana pembangunan yang sekaligus juga
sumber modal bagi pembangunan, maka untuk kelangsungan pembangunan
nasional mutlak diperlukan perlindungan konsumen itu.
Adapun permasalahan yang sering terjadi di dalam masyarakat adalah
mengenai masalah pelayanan publik yang semakin sering menjadi bahan
perbincangan yang tak pernah selesai. Pada kenyataannya mengenai masalah
pelayanan publik tersebut yang sering kita jumpai adalah berkaitan dengan produk
(baik barang maupun jasa). Pembahasan permasalahan berdasarkan latar belakang
tersebut adalah bagaimana hubungan hukum antara PT. PLN sebagai penyedia
jasa kelistrikan dan konsumen sebagai pengguna jasa kelistrikan, bagaimana
tanggung jawab PT. PLN khususnya dalam pelaksanaan kegiatan P2TL jika
mengakibatkan kerugian terhadap konsumen, dan upaya apa yang dapat dilakukan
oleh konsumen jika merasa dirugikan oleh pihak PT. PLN akibat pelaksanaan
kegiatan P2TL. Pembahasan permasalahan tersebut dilakukan dengan menganalisa bahan hukum primer dan sekunder dengan menggunakan metode
deduktif dengan mengidentifikasi fakta hukum yang berkaitan dengan hukum
perlindungan konsumen dan mengenai ketenagalistrikan yang terdapat di dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Ketenagalistrikan.
Upaya perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen pengguna
jasa ketenagalistrikan, adalah dengan perlindungan hukum secara preventif,
namun upaya perlindungan hukum secara preventif dirasa kurang efektif karena
pada realisasinya masih terdapat banyaknya keluhan dari konsumen yang merasa
dirugikan dan masih belum mendapat ganti rugi serta belum mendapatkan
kepastian akan hak-haknya yang terlalaikan akibat tindakan dari pelaku usaha.
Pelaku usaha jasa ketenagalistrikan jika dalam usahanya merugikan kepentingan
konsumen maka ia diharuskan bertanggung jawab dalam hal pemberian ganti
kerugian, bertanggung jawab untuk berproses hukum, serta bertanggung jawab
dalam hal pembuktian. Upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen pengguna jasa
ketenagalistrikan jika hak-haknya tidak dipenuhi oleh pelaku usaha jasa
ketenagalistrikan, yakni dapat meminta ganti rugi kepada pelaku usaha,
menyelesaian sengketa konsumen melalui LPKSM, menyelesaikan sengketa
konsumen melalui BPSK, menyelesaikan sengketa konsumen melalui Pengadilan.
Dalam hal meningkatkan upaya perlindungan terhadap konsumen diperlukan
pula adanya penyuluhan atau sosalisasi kepada masyarakat agar mereka
mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan apabila
ada suatu kegiatan atau program kerja baru dari pihak pelaku usaha dan itu
berkaitan dengan masyarakat. Perlu adanya peninjauan ulang mengenai isi dari
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, walaupun peraturan tersebut telah
dijadikan dasar namun didalamnya tidak memuat mengenai Bab yang mengatur
Ganti Rugi dan atau Kompensasi serta pemulihan nama baik kepada para
pelanggan/ konsumen yang dirugikan, dan juga perlu adanya Bab khusus di dalam
Undang- Undang ketenagalistrikan yang membahas mengenai pemulihan nama
baik dan juga untuk melindungi para pengguna jasa ketenagalistrikan, sehingga
apabila ada kesalahan yang tidak mereka lakukan pelanggan atau konsumen PLN
tidak akan selalu diposisikan sebagai pihak yang harus menerima saja hal-hal yang tercantum dalam salah satu kebijakan yang dibuat tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]