ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PEMIDANAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 719 K/PID.Sus/2010)
Abstract
Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime),
karenanya selain sangat sulit untuk diberantas pelakunya juga tidak jarang adalah
para pejabat dan para pemegang kekuasaan. Artinya korupsi dilakukan oleh
orang-orang cerdas dan para intelektual yang memiliki ilmu pengetahuan luas
sehingga korupsi dilakukan dengan rapi dan sistematis. Salah satu cara korupsi
yang dilakukan adalah korupsi secara berlanjut, yakni dilakukan dalam beberapa
rentetan mekanisme pencairan uang, jadi tidak dilakukan 1 (satu) kali dengan
jumlah yang banyak, melainkan sedikit demi sedikit, sehingga sulit untuk
diketahui adanya suatu tindak pidana korupsi. Kasus korupsi secara berlanjut yang
menarik perhatian penulis adalah pada Putusan Mahkamah Agung nomor: 719
K/Pid.Sus/2010. Pada peradilan tingkat pertama, Terdakwa terbukti melakukan
Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut, kemudian di tingkat Banding Pengadilan
Tinggi menyatakan putusan Pengadilan Negeri dibatalkan dan terdakwa
dinyatakan bebas. Selanjutnya pada tingkat Kasasi, Mahkamah Agung
menyatakan Putusan Pengadilan tinggi tersebut harus dibatalkan karena terdakwa
terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut.
Munculnya putusan Mahkamah Agung yang kontradiktif dengan putusan
Pengadilan Tinggi ini, maka penulis mempunyai dua permasalahan yakni apakah
sudah tepat putusan Mahkamah Agung menyatakan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan berlanjut dan apakah yang menjadi
dasar pertimbangan Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Pengadilan
Tinggi telah sesuai dengan Pasal 253 ayat (1), Pasal 255 ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Tujuan penulis adalah untuk menganalisis akurasi putusan Mahkamah
Agung yang menyatakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa
adalah suatu perbuatan berlanjut, serta untuk menganalisis dasar pertimbangan
Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Pengadilan Tinggi dengan
dihadapkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Metode penelitian yang dipakai adalah menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statue approach) dan Studi kasus (case study), Sumber bahan hukum
yang digunakan adalah bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Analisis
bahan hukum dilakukan dengan cara mengidentifikasi fakta hukum dan
mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang
hendak dipecahkan, pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum yang
sekiranya dipandang mempunyai relevansi, melakukan telaah atas permasalahan
yang akan dibahas yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah
dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab
permasalahan yang ada, memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang
telah dibangun di dalam kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah 1. Putusan Mahkamah Agung
menyatakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa merupakan
perbuatan berlanjut adalah tepat, karena meskipun uraian unsur “perbuatan
berlanjut” pada dakwaan tidak rinci dengan jelas dan pertimbangan Majelis
Hakim juga tidak jelas/kabur, namun penulis telah menganalisa bahwa benar
unsur “Perbuatan Berlanjut” terpenuhi. 2. Dasar pertimbangan Mahkamah Agung
membatalkan Putusan Pengadilan Negeri telah sesuai, yakni telah mengacu pada
Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP Jo pasal 255 ayat (1) KUHAP. Namun dalam
merumuskan pertimbangannya, Mahkamah Agung hanya menyimpulkan bahwa
alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum telah membuktikan bahwa bebasnya
terdakwa oleh Pengadilan Tinggi adalah bebas tidak murni, tapi tidak ada analisa
hukum yang disampaikan dalam pertimbangan hakim, Mahkamah Agung dalam
Pertimbangan Hakim terkesan hanya sekedar mencantumkan memori kasasi saja
dengan tanpa melakukan analisa terhadap memori kasasi tersebut kemudian
memutuskan suatu pemidanaan.
Saran dalam skripsi ini adalah di dalam pertimbangan hakim harus benar benar
menguraikan adanya perbuatan berlanjut secara rinci dan jelas, dan
mempertimbangkannya dengan cermat. Hendaknya diberikan batasan penilaian
dengan penjelasan yang jelas terhadap Pasal 253 ayat (1) KUHAP agar tidak
diinterpretasikan terlalu luas terhadap ketiga alasan tersebut dalam menilai kesalahan Judex Facti dalam menerapkan hukum
Collections
- UT-Faculty of Law [6257]