PRINSIP-PRINSIP PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ORANG ASING PELANGGAR IZIN TINGGAL
Date
2025-08-12Metadata
Show full item recordAbstract
Permasalahan yang timbul sehubungan dengan penggunaan tenaga kerja
asing di Indonesia, adalah pelanggaran izin tinggal, dan izin kerja. Dalam paspor
para tenaga kerja asing ini tertulis bahwa izin yang diberikan pemerintah
Indonesia oleh pihak imigrasi adalah untuk bekerja sebagai tenaga kerja asing di
Indonesia dengan jabatan dan waktu tertentu namun kerap kali jabatan tersebut
malah diisi oleh orang asing yang memiliki visa dan izin tinggal kunjungan dan
yang peruntukannya bukan untuk bekerja, penulis mengambil beberapa contoh
kasus yang terjadi baru-baru ini dalam rentan waktu 2024 dimana Kantor Imigrasi
Bali yang mengamankan 103 WNA yang Menyalahgunakan Izin Tinggal dan
Diduga Melakukan Kejahatan Terkait Siber dan juga Kantor Imigrasi Perak
melakukan tindakan deportasi atas komplotan pelaku penipuan daring asal China.
Hal ini menunjukan masih ada permasalahan terkait Kebijakan bebas visa
kunjungan memudahkan orang asing untuk masuk dan keluar Indonesia. Penulis
mengambil contoh kasus tersebut karena kasus tersebut merupakan headline berita
terbaru dan menjadi sorotan karena kasus tersebut tidak hanya melibatkan satu
WNA melainkan terdiri dari banyak WNA yang melakukan pelanggaran terkait
overstay bahkan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya bahkan
sampai masuk dalam ranah hukum pidana Berkenaan dengan Penegakan Hukum
Terhadap Warga Negara Asing Yang Melanggar Izin Tinggal, penulis tertarik
untuk membandingkan bagaimana aturan dan proses Penegakan Hukum Terhadap
Warga Negara Asing Yang Melanggar Izin Tinggal dengan negara tetangga
Malaysia dimana perbandingan tindakan administratif keimigrasian antara
Indonesia dan Malaysia, terlihat bahwa keduanya memiliki pendekatan yang
berbeda namun sejalan dalam menghadapi masalah imigrasi. Berdasarkan uraian
di atas permasalahan yang dibahas ada 3 (tiga), yaitu pertama, Mengapa
penegakan hukum terhadap orang asing yang melanggar izin tinggal perlu
mendasarkan pada prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). kedua, Bagaimana
pengaturan dan praktik penegakan hukum terhadap orang asing yang melanggar
izin tinggal di Indonesia?. Ketiga, Bagaimana penataan ke depan penegakan
hukum terhadap orang asing yang melanggar izin tinggal berdasarkan prinsip Hak
Asasi Manusia (HAM).
Metode yang akan digunakan dalam penulisan adalah penelitian hukum
yuridis empiris. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
Peundang-Undangan, pendekatan konseptual (Conceptual Approach), Pendekatan
Kasus (case Approach) dan pendekatan komparatif. Bahan sumber hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder.
Hasil kajian yang diperoleh bahwa : pertama Dalam kasus kejahatan
yang dilakukan oleh orang asing dan berujung pada deportasi atau tindakan
penegakan hukum keimigrasian demi keadilan, hak asasi manusia harus
dihormati, sekaligus menjamin supremasi hukum. Hal ini menegaskan nilai
kesetaraan dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Tentunya urgensi yang
menjadi perhatian didalam penulisan yaitu terkait ketersediaan RUDENIM dan
fasilitas-fasilitasnya mengingat Para deteni selayaknya menerima pelayanan
kesehatan, tempat tidur, dan pembekalan rohani. Hal ini diatur dalam
Permenkumham Nomor M.05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi
Imigrasi. Tetapi masih banyak kasus yang menyatakan bahwa para deteni di
berlakukan tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini disebabkan
oleh Rumah Detensi Imigrasi yang masih terbastas selain daripada ini
perlindungan terhadap hak orang asing dalam mengajukan keberatan merupakan
Perlindungan hukum yang diberikan negara kepada orang asing tercantum dalam
Pasal 77 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Luar Negeri, yang
menyatakan bahwa orang asing yang dikenakan tindakan administratif di bidang
luar negeri dapat mengajukan keberatan kepada Menteri. Namun, hal ini tidak
menghentikan atau menunda tindakan terhadap orang asing terkait sanksi, hal ini
perlu menjadi perhatian karena dengan demikian terkesan hak untuk mengajukan
keberatan hanyalah sebuah formalitas saja, karena ketika orang asing tersebut
mengajukan keberatan sedangkan proses penindakan tidak ada penundaan maka
keberatan tersebut hanyalah formalitas saja, karena penindakan akan tetap
dilakukan tanpa menunggu keberatan tersebut diterima atau ditolak oleh menteri
yang berwenang untuk itu. Kedua, penegakan hukum terhadap tindak pidana
penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian dilakukan dengan dua cara yaitu
tindakan administrasi di bidang keimigrasian dan tindakan pro justisia. Tentunya
terkait penegakan hukum erat kaitannya pula dengan dengan hak warga negara
asing yang diduga melakukan pelanggaran untuk mengajukan keberatan, terdapat
hak yang harus dilindungi. Dalam hal ini, penegakan hukum di Indonesia masih
belum memperhatikan hak orang asing untuk mengajukan keberatan, bahkan
dalam Pasal 77 ayat (1) yang menyatakan "Orang Asing yang dikenai tindakan
administratif keimigrasian dapat mengajukan keberatan" bertentangan dengan
Pasal 7 Ayat 4. keberatan yang diajukan oleh orang asing tidak menunda
pelaksanaan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang yang
bersangkutan” selain daripada itu ketersediaan RUDENIM dan
fasilitas-fasilitasnya mengingat Para deteni selayaknya menerima pelayanan kesehatan,
tempat tidur, dan pembekalan rohani. Hal ini diatur dalam Permenkumham
Nomor M.05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi. Tetapi
masih banyak kasus yang menyatakan bahwa para deteni di berlakukan tidak
sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Ketiga, Keadilan dengan hak asasi
manusia secara tidak langsung selalu berkesinambungan dan berkelanjutan antara
satu dengan lainnya. Dari hak asasi manusia merupakan bagian terpenting dari
konsep keadilan. Dengan tanpa adanya hak asasi manusia maka sebuah keadilan
akan tidak berjalan dengan baik. Nilai keadilan yang merupakan hak yang diakui
oleh Undang-Undang Dasar 1945 telah dijamin oleh konstitusi sekalipun WNA
yang berada di Indonesia. Tentunya untuk mencapai tujuan-tujuan sebagaimana
diatas perlu penguatan dari segala lini baik dari kelembagaan, sumber daya
manusia ataupun dari Peraturan Perundang-Undangannya sendiri. Dari sisi
kelembagaan tentunya lembaga terkait perlu meningkatkan fasilitas-fasilitas
daripada pelayanan tersmasuk pula RUDENIM dan kerjasama antar lembaga
penegak hukum, dari faktor SDM tersendiri perlu adanya peningkatan
kemampuan para aparat agar dapat menjalankan tugas secara optimal yang
tentunya terobosan-terobosan diatas perlu diakomodir didalam suatu Peraturan
Perundang-Undangan dengan melakukan perubahan aturan yang sudah ada agar
lebih baik lagi.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menawarkan saran, antara lain:
pertama, Indonesia merupakan bagian dari negara yang berdaulat sebagai negara
kesatuan. Negara kesatuan secara alamiah memiliki unsur-unsur seperti penduduk,
wilayah yang tetap, pemerintahan, dan kemampuan untuk digolongkan sebagai
negara yang berdaulat. Secara umum, mereka yang dianggap bagian dari negara
yang berdaulat berkewajiban untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi
nilai-nilai hak asasi manusia sebagai perwujudan tanggung jawabnya terhadap hak
asasi manusia sebagai warga negara yang baik. Hal ini berlaku baik bagi warga
negara Indonesia maupun warga negara asing demi kepentingan keamanan
nasional dan ketertiban umum. Asas keadilan harus dijunjung tinggi dalam
penerapannya bagi seluruh warga negara. Hal ini khususnya berlaku dalam kasus
deportasi warga negara asing. Hal ini menyangkut hak warga negara asing untuk
mendapatkan perlakuan yang adil menurut hukum nasional Indonesia serta
persamaan dan keadilan di hadapan hukum. Keadilan menjadi krusial dalam kasus
deportasi, dengan mempertimbangkan putusan yang telah In Kracht Van Gewijde,
yang dijatuhkan sebelum deportasi warga negara asing. Kedua, Kontrol Imigrasi
harus meningkatkan pemantauan keberadaan dan aktivitas orang asing,
meningkatkan koordinasi antar otoritas terkait, terutama kepolisian, menyediakan
kursus bahasa, dan meningkatkan dukungan operasional. Dengan reformasi ini.
tersebut diharapkan petugas Imigrasi dapat bekerja lebih maksimal, Tindakan
penyidikan sebaiknya lebih diefektifkan dalam penegakan hukum terhadap tindak
pidana penyalahgunaan Izin Tinggal Keimigrasian, karena dengan adanya sanksi
pidana ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku dan orang
asing lainnya supaya tidak melakukan tindak pidana imigrasi serupa tentunya
aturan-aturan terkait enegakan hukum terhadap orang asing yang melakukan
pelanggaran di wilayah indonesia juga harus memperhatikan hak-hak asasi
manusia terutama terkait fasilitas Rudenim dan hak-haknya dalam hal
mengajukan pembelaan ataupun keberatan harus kita akomodir dengan baik.
ketiga, diperlukan harmonisasi regulasi yang mengatur kewenangan PPNS
Keimigrasian dan penyidik Polri melalui revisi Undang-Undang Keimigrasian
atau pembuatan peraturan pelaksana yang lebih spesifik. Penguatan mekanisme
koordinasi juga sangat diperlukan, termasuk pembentukan tim gabungan yang
permanen dan sistem pertukaran informasi yang lebih efisien. Peningkatan
kapasitas sumber daya manusia melalui program pelatihan bersama antara PPNS
Keimigrasian dan penyidik Polri harus menjadi prioritas untuk menjembatani
kesenjangan kompetensi. Standardisasi prosedur operasi melalui penyusunan
Standar Operasional Prosedur (SOP) bersama juga penting untuk memastikan
keselarasan dalam penanganan kasus. Optimalisasi penggunaan teknologi, seperti
pengembangan sistem informasi terpadu, dapat memfasilitasi pertukaran
informasi dan koordinasi yang lebih baik. Evaluasi berkala terhadap efektivitas
kolaborasi harus dilakukan untuk perbaikan berkelanjutan. Mengingat sifat
transnasional dari banyak tindak pidana keimigrasian, penguatan kerjasama
internasional juga menjadi krusial. Revisi Undang-Undang Keimigrasian perlu
dipertimbangkan untuk lebih memperjelas pembagian kewenangan dan
mekanisme koordinasi antar lembaga.
Collections
- MT-Science of Law [359]