Show simple item record

dc.date.accessioned2025-09-08T06:53:46Z
dc.date.available2025-09-08T06:53:46Z
dc.date.issued2025-08-12
dc.identifier.nim220720101061en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/128092
dc.descriptionFinalisasi oleh Taufik Tgl 8 September 2025en_US
dc.description.abstractPermasalahan yang timbul sehubungan dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia, adalah pelanggaran izin tinggal, dan izin kerja. Dalam paspor para tenaga kerja asing ini tertulis bahwa izin yang diberikan pemerintah Indonesia oleh pihak imigrasi adalah untuk bekerja sebagai tenaga kerja asing di Indonesia dengan jabatan dan waktu tertentu namun kerap kali jabatan tersebut malah diisi oleh orang asing yang memiliki visa dan izin tinggal kunjungan dan yang peruntukannya bukan untuk bekerja, penulis mengambil beberapa contoh kasus yang terjadi baru-baru ini dalam rentan waktu 2024 dimana Kantor Imigrasi Bali yang mengamankan 103 WNA yang Menyalahgunakan Izin Tinggal dan Diduga Melakukan Kejahatan Terkait Siber dan juga Kantor Imigrasi Perak melakukan tindakan deportasi atas komplotan pelaku penipuan daring asal China. Hal ini menunjukan masih ada permasalahan terkait Kebijakan bebas visa kunjungan memudahkan orang asing untuk masuk dan keluar Indonesia. Penulis mengambil contoh kasus tersebut karena kasus tersebut merupakan headline berita terbaru dan menjadi sorotan karena kasus tersebut tidak hanya melibatkan satu WNA melainkan terdiri dari banyak WNA yang melakukan pelanggaran terkait overstay bahkan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya bahkan sampai masuk dalam ranah hukum pidana Berkenaan dengan Penegakan Hukum Terhadap Warga Negara Asing Yang Melanggar Izin Tinggal, penulis tertarik untuk membandingkan bagaimana aturan dan proses Penegakan Hukum Terhadap Warga Negara Asing Yang Melanggar Izin Tinggal dengan negara tetangga Malaysia dimana perbandingan tindakan administratif keimigrasian antara Indonesia dan Malaysia, terlihat bahwa keduanya memiliki pendekatan yang berbeda namun sejalan dalam menghadapi masalah imigrasi. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang dibahas ada 3 (tiga), yaitu pertama, Mengapa penegakan hukum terhadap orang asing yang melanggar izin tinggal perlu mendasarkan pada prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). kedua, Bagaimana pengaturan dan praktik penegakan hukum terhadap orang asing yang melanggar izin tinggal di Indonesia?. Ketiga, Bagaimana penataan ke depan penegakan hukum terhadap orang asing yang melanggar izin tinggal berdasarkan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Metode yang akan digunakan dalam penulisan adalah penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Peundang-Undangan, pendekatan konseptual (Conceptual Approach), Pendekatan Kasus (case Approach) dan pendekatan komparatif. Bahan sumber hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Hasil kajian yang diperoleh bahwa : pertama Dalam kasus kejahatan yang dilakukan oleh orang asing dan berujung pada deportasi atau tindakan penegakan hukum keimigrasian demi keadilan, hak asasi manusia harus dihormati, sekaligus menjamin supremasi hukum. Hal ini menegaskan nilai kesetaraan dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Tentunya urgensi yang menjadi perhatian didalam penulisan yaitu terkait ketersediaan RUDENIM dan fasilitas-fasilitasnya mengingat Para deteni selayaknya menerima pelayanan kesehatan, tempat tidur, dan pembekalan rohani. Hal ini diatur dalam Permenkumham Nomor M.05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi. Tetapi masih banyak kasus yang menyatakan bahwa para deteni di berlakukan tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh Rumah Detensi Imigrasi yang masih terbastas selain daripada ini perlindungan terhadap hak orang asing dalam mengajukan keberatan merupakan Perlindungan hukum yang diberikan negara kepada orang asing tercantum dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Luar Negeri, yang menyatakan bahwa orang asing yang dikenakan tindakan administratif di bidang luar negeri dapat mengajukan keberatan kepada Menteri. Namun, hal ini tidak menghentikan atau menunda tindakan terhadap orang asing terkait sanksi, hal ini perlu menjadi perhatian karena dengan demikian terkesan hak untuk mengajukan keberatan hanyalah sebuah formalitas saja, karena ketika orang asing tersebut mengajukan keberatan sedangkan proses penindakan tidak ada penundaan maka keberatan tersebut hanyalah formalitas saja, karena penindakan akan tetap dilakukan tanpa menunggu keberatan tersebut diterima atau ditolak oleh menteri yang berwenang untuk itu. Kedua, penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian dilakukan dengan dua cara yaitu tindakan administrasi di bidang keimigrasian dan tindakan pro justisia. Tentunya terkait penegakan hukum erat kaitannya pula dengan dengan hak warga negara asing yang diduga melakukan pelanggaran untuk mengajukan keberatan, terdapat hak yang harus dilindungi. Dalam hal ini, penegakan hukum di Indonesia masih belum memperhatikan hak orang asing untuk mengajukan keberatan, bahkan dalam Pasal 77 ayat (1) yang menyatakan "Orang Asing yang dikenai tindakan administratif keimigrasian dapat mengajukan keberatan" bertentangan dengan Pasal 7 Ayat 4. keberatan yang diajukan oleh orang asing tidak menunda pelaksanaan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang yang bersangkutan” selain daripada itu ketersediaan RUDENIM dan fasilitas-fasilitasnya mengingat Para deteni selayaknya menerima pelayanan kesehatan, tempat tidur, dan pembekalan rohani. Hal ini diatur dalam Permenkumham Nomor M.05.IL.02.01 Tahun 2006 Tentang Rumah Detensi Imigrasi. Tetapi masih banyak kasus yang menyatakan bahwa para deteni di berlakukan tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Ketiga, Keadilan dengan hak asasi manusia secara tidak langsung selalu berkesinambungan dan berkelanjutan antara satu dengan lainnya. Dari hak asasi manusia merupakan bagian terpenting dari konsep keadilan. Dengan tanpa adanya hak asasi manusia maka sebuah keadilan akan tidak berjalan dengan baik. Nilai keadilan yang merupakan hak yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945 telah dijamin oleh konstitusi sekalipun WNA yang berada di Indonesia. Tentunya untuk mencapai tujuan-tujuan sebagaimana diatas perlu penguatan dari segala lini baik dari kelembagaan, sumber daya manusia ataupun dari Peraturan Perundang-Undangannya sendiri. Dari sisi kelembagaan tentunya lembaga terkait perlu meningkatkan fasilitas-fasilitas daripada pelayanan tersmasuk pula RUDENIM dan kerjasama antar lembaga penegak hukum, dari faktor SDM tersendiri perlu adanya peningkatan kemampuan para aparat agar dapat menjalankan tugas secara optimal yang tentunya terobosan-terobosan diatas perlu diakomodir didalam suatu Peraturan Perundang-Undangan dengan melakukan perubahan aturan yang sudah ada agar lebih baik lagi. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menawarkan saran, antara lain: pertama, Indonesia merupakan bagian dari negara yang berdaulat sebagai negara kesatuan. Negara kesatuan secara alamiah memiliki unsur-unsur seperti penduduk, wilayah yang tetap, pemerintahan, dan kemampuan untuk digolongkan sebagai negara yang berdaulat. Secara umum, mereka yang dianggap bagian dari negara yang berdaulat berkewajiban untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia sebagai perwujudan tanggung jawabnya terhadap hak asasi manusia sebagai warga negara yang baik. Hal ini berlaku baik bagi warga negara Indonesia maupun warga negara asing demi kepentingan keamanan nasional dan ketertiban umum. Asas keadilan harus dijunjung tinggi dalam penerapannya bagi seluruh warga negara. Hal ini khususnya berlaku dalam kasus deportasi warga negara asing. Hal ini menyangkut hak warga negara asing untuk mendapatkan perlakuan yang adil menurut hukum nasional Indonesia serta persamaan dan keadilan di hadapan hukum. Keadilan menjadi krusial dalam kasus deportasi, dengan mempertimbangkan putusan yang telah In Kracht Van Gewijde, yang dijatuhkan sebelum deportasi warga negara asing. Kedua, Kontrol Imigrasi harus meningkatkan pemantauan keberadaan dan aktivitas orang asing, meningkatkan koordinasi antar otoritas terkait, terutama kepolisian, menyediakan kursus bahasa, dan meningkatkan dukungan operasional. Dengan reformasi ini. tersebut diharapkan petugas Imigrasi dapat bekerja lebih maksimal, Tindakan penyidikan sebaiknya lebih diefektifkan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan Izin Tinggal Keimigrasian, karena dengan adanya sanksi pidana ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku dan orang asing lainnya supaya tidak melakukan tindak pidana imigrasi serupa tentunya aturan-aturan terkait enegakan hukum terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran di wilayah indonesia juga harus memperhatikan hak-hak asasi manusia terutama terkait fasilitas Rudenim dan hak-haknya dalam hal mengajukan pembelaan ataupun keberatan harus kita akomodir dengan baik. ketiga, diperlukan harmonisasi regulasi yang mengatur kewenangan PPNS Keimigrasian dan penyidik Polri melalui revisi Undang-Undang Keimigrasian atau pembuatan peraturan pelaksana yang lebih spesifik. Penguatan mekanisme koordinasi juga sangat diperlukan, termasuk pembentukan tim gabungan yang permanen dan sistem pertukaran informasi yang lebih efisien. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui program pelatihan bersama antara PPNS Keimigrasian dan penyidik Polri harus menjadi prioritas untuk menjembatani kesenjangan kompetensi. Standardisasi prosedur operasi melalui penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) bersama juga penting untuk memastikan keselarasan dalam penanganan kasus. Optimalisasi penggunaan teknologi, seperti pengembangan sistem informasi terpadu, dapat memfasilitasi pertukaran informasi dan koordinasi yang lebih baik. Evaluasi berkala terhadap efektivitas kolaborasi harus dilakukan untuk perbaikan berkelanjutan. Mengingat sifat transnasional dari banyak tindak pidana keimigrasian, penguatan kerjasama internasional juga menjadi krusial. Revisi Undang-Undang Keimigrasian perlu dipertimbangkan untuk lebih memperjelas pembagian kewenangan dan mekanisme koordinasi antar lembaga.en_US
dc.description.sponsorshipProf. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H. Dr. Gautama Budi Arundhati, S.H., LL.M.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectpenegakan hukumen_US
dc.subjectorang asingen_US
dc.subjectizin tinggalen_US
dc.titlePRINSIP-PRINSIP PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ORANG ASING PELANGGAR IZIN TINGGALen_US
dc.typeTesisen_US
dc.identifier.prodiMagister Ilmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H.en_US
dc.identifier.pembimbing2Dr. Gautama Budi Arundhati, S.H., LL.M.en_US
dc.identifier.validatorTaufiken_US
dc.identifier.finalizationTaufiken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record