Regenerasi Tanaman Porang (Amorphopallus muelleri) secara In Vitro Menggunakan Zat Pengatur Tumbuh dan Fitohormon
Abstract
Tanaman porang memiliki prospek yang baik untuk mendorong pasar
ekspor ke berbagai negara. Kebutuhan pasar yang semakin meningkat
menyebabkan pemenuhan kebutuhan sulit dicapai karena terkendala jumlah bahan
tanam yang terbatas, harga bahan tanam tinggi, dan adanya fase dormansi.
Strategi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan tanam yaitu regenerasi
secara in vitro. Kultur in vitro memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat
menghasilkan bahan tanam dalam jumlah besar tanpa terkendala musim,
pertumbuhan tanaman relatif seragam, dan dapat diproduksi secara kontinu.
Penggunaan zat pengatur tumbuh alami digunakan untuk menekan nilai biaya
akibat mahalnya zat pengatur tumbuh sitetis. Zat pengatur tumbuh alami yang
digunakan yaitu ekstrak bawang merah, air kelapa, dan pisang, sedangkan zat
pengatur tumbuh sintetis yang digunakan yaitu BAP, NAA, kinetin, dan
NAA+BAP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan respon pertumbuhan
dan perkembangan eksplan terhadap penambahan zat pengatur tumbuh alami dan
sintetis, serta mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh alami dan sintetis yang
efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Faktor yang diamati pada
penelitian kali ini yaitu penggunaan ZPT alami dan sintetis dengan 10 taraf yang
diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 30 unit percobaan diantaranya A0:
Kontrol, A1: BAP 2 ppm, A2: NAA 4 ppm, A3: Kinetin 2 ppm, A4: BAP 2 ppm
+ NAA 4 ppm, A5: Ekstrak bawang merah 10 gram/liter, A6: Ekstrak bawang
merah 30 gram/liter, A7: Air kelapa 25 ml/liter, A8: Air kelapa 50 ml/liter, dan
A9: Pisang 150 gram/liter. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data
kualitatif diantaranya yaitu kedinian kalus, akar dan tunas, presentase kalus, akar,
tunas, dan eksplan beregenerasi, serta warna dan tekstur kalus. Hasil penelitian
yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan BAP, NAA, dan NAA+BAP
menunjukkan kecenderungan terbaik dalam regenerasi melalui jalur
organogenesis, sedangkan perlakuan air kelapa 50 ml/l menunjukkan
kecenderungan terbaik dalam regenerasi melalui jalur somatic embryogenesis.
Perlakuan NAA menunjukkan kecenderungan terbaik pada parameter
terbentuknya akar, perlakuan BAP menunjukkan kecenderungan terbaik pada
parameter terbentuknya tunas, serta perlakuan kinetin menunjukkan
kecenderungan terbaik pada parameter terbentuknya kalus.
Collections
- UT-Faculty of Agriculture [4510]