Upaya Hukum Keberatan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam Sistem Peradilan Perdata di Indonesia
Abstract
Pada saat ini banyak ditemukan penyelewengan hak-hak konsumen yang dilaksanakan oleh pelaku usaha, dimulai dari mutu barang/jasa yang tidak melindungi keamanan pembeli, mutu barang/jasa yang tidak cocok dengan promosi yang dibagikan, informasi hadiah yang menjerumuskan pembeli serta masih banyak penyelewengan lain yang dapat berakibat pada kerugian pelanggan. Salah satu upaya guna memecahkan permasalahan yang bermunculan antara pelaku usaha serta pihak pembeli, pemerintah melakukan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Putusan majelis BPSK menurut ketetapan Pasal 54 ayat (3) UUPK memiliki sifat mengikat dan final. Ketentuan Pasal 56 ayat (2) UUPK menyebutkan jika para pihak, konsumen ataupun pelaku usaha tidak menerima atau melakukan penolakan putusan majelis BPSK, mampu melakukan pengajuan keberatan kepada Pengadilan Negeri maksimal 14 (empat belas) hari setelah mendapatkan notifikasi putusan ini. Upaya hukum keberatan putusan BPSK tersebut tidak sama dengan upaya hukum pada umumnya sebagaimana upaya hukum yang diatur dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia. Hal ini disebabkan BPSK bukanlah lembaga yang merupakan subordinasi lembaga peradilan dalam hal ini Pengadilan Negeri. Salah satu contoh kasus terkait dengan usaha keberatan pada putusan BPSK yang dilakukan pengajuan ke Pengadilan Negeri.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut: Pertama, apa dasar diberlakukannnya upaya keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Kedua apakah upaya keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tersebut tidak bertentangan dengan sistem peradilan perdata di Indonesia.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan yang akan dicapai untuk penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum, untuk melaksanakan syarat wajib dalam menyelesaikan studi ilmu hukum dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember, sedangkan tujuan khusus yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui apakah upaya hukum keberatan atas putusan BPSK ke Pengadilan Negeri tidak bertentangan dengan sistem peradila perdata di Indonesia. Metode penelitian yang diterapkan dalam penulisan skripsi adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non hukum.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa: Pertama, dasar diberlakukannya upaya keberatan terhadap putusan BPSK adalah sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak menerima hasil putusan BPSK yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi para pihak atau terhadap putusan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kedua, upaya keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) tidak bertentangan dengan sistem peradilan perdata di Indonesia. Hal tersebut karena walaupun dalam hukum acara perdata tidak mengenal adanya kata “keberatan” akan tetapi, upaya keberatan terhadap putusan BPSK dapat dipersamakan pemeriksaannya dengan upaya hukum banding. Selain itu, permohonnan keberatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri jelas bahwa tergolong termasuk Jurusdictio contentiosa (gugatan), karena permasalahan yang disengketakan antara konsumen dan pelaku usaha dimohonkan suatu putusan yang bersifat kondemnatoir yang berisi sebuah amar hukuman.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Pertama, Dasar diberlakukannya upaya keberatan terhadap putusan BPSK diatur dalam Pasal 1 ayat (3) PERMA Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK yang menyatakan bahwa dasar diberlakukannya upaya keberatan terhadap putusan BPSK adalah sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak menerima putusan BPSK yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi para pihak atau terhadap putusan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kedua, Upaya keberatan terhadap putusan BPSK tidak bertentangan dengan sistem peradilan perdata di Indonesia. Hal tersebut karena walaupun dalam hukum acara perdata tidak mengenal adanya kata “keberatan” akan tetapi, upaya keberatan terhadap putusan BPSK dapat dianalogkan dengan upaya hukum banding hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) PERMA No. 1 Tahun 2006.
Saran dalam penulisan skripsi ini yaitu, pertama bagi pihak yang tidak menerima hasil putusan BPSK dan hendak mengajukan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri harus memperhatikan alasan-alasan permohonan keberatan dan memastikan bahwa alasan-alasan tersebut dapat membatalkan putusan yang telah dikeluarkan oleh BPSK, hal ini dilakukan guna menghindari ditolaknya permohonan keberatan yang telah diajukan. Karena apabila permohonan tersebut ditolak tentunya akan tambah merugikan karena telah mengeluarkan biaya yang besar dalam proses persidangan. Kedua, Bagi lembaga pemerintah selaku lembaga yang mempunyai wewenang untuk membuat suatu peraturan diharapkan untuk membuat suatu aturan yang lebih jelas terkait dengan upaya keberatan terhadap putusan BPSK agar tidak menghambat proses penyelesaian perkara konsumen yang melibatkan pelaku usaha/produsen dan konsumen. Ketiga, Bagi hakim selaku penegak hukum, dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan terkait permohonan keberatan terhadap putusan BPSK lebih teliti agar putusan yang dikeluarkan memberikan rasa keadilan bagi para pihak, dan dalam putusannya diharapkan hakim memuat pertimbangan hukum yang jelas dan terperinci.
Collections
- UT-Faculty of Law [6285]