Kebebasan Berekspresi dalam Bentuk Pertunjukan “Makan Mayit” di Tinjau dari Hukum Pidana di Indonesia
Abstract
Kebebasan adalah suatu hal yang menyangkut segala kegiatan mulai dari
terkecil hingga terbesar sesuai keinginan, baik secara sendiri maupun
berkelompok dengan tidak bertentang terhadap norma-norma, aturan-aturan, dan
perundang-undangan yang telah berlaku. Namun, dalam kasus pertunjukan
“Makan Mayit” yang terjadi pada 28 Januari dan 25 Februari 2017 dengan 32
orang partisipan bertempat di Footurama, Kemang Timur Raya, Jakarta
ini.Perbuatan melawan hukum pidana merupakan sesuatu yang melanggar
undang-undang, perbuatan yang dilakukan diluar kewenangan atau kekuasaan
serta melanggar asas-asas umum dalam tindakan hukum terlebih lagi hukum
pidana yang membahas terkait Pertunjukan “Makan Mayit”. Dengan begitu, dalam
perbuatan bentuk ekspresi karya dalam bentuk pertunjukan “Makan Mayit” masih
belum dikualifikasi sebagai tindak pidana sebagaimana UU Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi
Elektronik yang sebenarnya memiliki keterkaitan Hukum satu sama yang lainnya
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih lemah dikarenakan “Makan
Mayit” Merupakan karya seni yang hanya merepresentasikan hasil buah pemikiran
Natasha Gabriella Tontey selaku seniman karya tersebut. Penegakan hukum pada
pagelaran karya dalam bentuk Seni Pertunjukan “Makan Mayit” ini berdampak
pada kebebasan dalam berkarya bagi para pekerja seni atau seniman yang
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk berbeda. Pemidanaan bukan sebagai
pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan yang
bermanfaat untuk melindungi masyarakat.
Collections
- UT-Faculty of Law [6256]