Pembatalan Perdamaian Akibat Keberatan Pemohon Terkait Daftar Pembagian Harta Pailit PT. Gatramas Internusa (Studi Putusan Nomor 6/PDT.SUS-Pembatalan Perdamaian/2017/PN.NIAGA.JKT.PST)
Abstract
PT. Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) merupakan kreditor separatis dari PT. Gatramas Internusa (dalam pailit), BSI merasa keberatan atas adanya selisih antara nilai jual harta pailit jaminan mereka dengan nilai yang terdapat dalam daftar pembagian tahap 1 (pertama) yang senilai lebih dari 9 miliar rupiah. Terdapatnya selisih nilai tersebut mengakibatkan BSI mengajukan keberatan untuk bisa mendapatkan hasil penjualan harta pailit secara maksimal serta mendapat penjelasan penggunaan selisih nilai tersebut oleh Tim Kurator PT. Gatramas Internusa (dalam pailit). Namun pelaksanaan persidangan tersebut sejak awal telah melanggar peraturan perundang-undangan karena dilaksanakan setelah tenggat waktu pelaksanaan awal persidangan berakhir. Adanya permasalahan tersebut membuat penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah selisih nilai bersih penjualan harta pailit dapat dijadikan dasar pembatalan perdamaian?; Apakah persidangan yang telah melewati tenggat waktu yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 194 ayat (4) tetap dapat dilangsungkan? Tujuan penelitian ini yaitu pertama, mengetahui bagaimana kurator membuat daftar pembagian atas harta perusahaan ataupun perorangan yang sedang dalam situasi pailit, serta apa saja prioritas bagi kurator dalam membagikan harta pailit tersebut. Kedua, mengetahui apakah persidangan tetap dapat dilaksanakan meskipun sejak awal telah melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Metode yang digunakan untuk penelitian yaitu metode penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Menggunakan bahan hukum primer berupa kitab undang-undang hukum perdata, Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.06/2020 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang pedoman imbalan jasa bagi kurator dan pengurus, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-IX/2013, Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 6/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst, dan juga menggunakan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari buku-buku, jurnal penelitian hukam yang berisi tentang pendapat para ahli dan para akademisi terkait produk hukum baik itu peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah tim kurator telah melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan baik sesuai dengan pedoman serta peraturan yang berlaku. Kurator dalam melakukan pemotongan nilai jual harta jaminan BSI telah tunduk pada peraturan yang mengatur besaran maksimal potongan nilai jual yang dapat kurator terapkan. Kurator tidak hanya menerapkan pemotongan kepada harta jaminan BSI saja, melainkan seluruh beban pemotongan telah dibagikan secara pro-rata kepada semua harta pailit baik itu jaminan maupun non-jaminan, jaminan BSI maupun jaminan kreditor separatis lainnya.
Pelaksanaan persidangan juga seharusnya tidak dapat dilaksanakan, meskipun BSI telah mengajukan keberatan saat masih dalam tenggat waktu pengajuan tetapi pelaksanaan awal persidangannya yang telah melewati batas akhir yang ditentukan peraturan perundang-undangan yakni paling lama 7 (tujuh) hari setelah tenggat waktu pengajuan keberatan berakhir. Maka dari itu pelaksanaan persidangan seharusnya batal demi hukum. Meskipun persidangan tetap dilaksanakan, majelis hakim wajib memberikan pertimbangan kenapa persidangan yang telah melanggar ketentuan tetap dilaksanakan.
Majelis hakim yang tidak memberikan pertimbangan hukum terkait pelaksanaan persidangan yang terlambat membuat penulis menerima sebagian saja isi putusan. Penulis menerima putusan yang menolak keberatan BSI dan menyatakan sah daftar pembagian tahap 1 (pertama) oleh kurator, tetapi penulis tidak menerima putusan majelis hakim yang tidak memberikan pertimbangan apapun mengenai keterlambatan pelaksanaan persidangan.
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut : 1) Keberatan yang diajukan BSI akibat adanya selisih nilai jual dan nilai bersih tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perdamaian karena pemotongan yang dilakukan oleh kurator telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2) Pelaksanaan persidangan seharusnya batal demi hukum karena pelaksanaan persidangan telah terlambat 18 (delapan belas) hari setelah tenggat waktu pelaksanaan berakhir; 3) Penulis menerima sebagian putusan yang terlanjur dilaksanakan karena penulis setuju dengan pemotongan yang dilakukan oleh kurator dan diterima oleh majelis hakim, namun penulis masih tidak setuju terhadap majelis hakim yang tidak memberikan tanggapan serta pertimbangan terkait keterlambatan pelaksanaan persidangan.
Saran penulis dalam perkara yang diteliti ini adalah : 1) Hendaknya kreditor separatis yang ingin menghindari pemotongan oleh kurator dapat mengambil pilihan perdamaian maupun PKPU; 2) Hendaknya BSI memahami pentingnya pemotongan yang dilakukan oleh kurator; 3) Hendaknya pelaksanaan persidangan haruslah dilaksanakan sebelum tenggat waktu pelaksanaan berakhir, namun apabila tetap dilaksanakan maka majelis hakim harus memberikan pertimbangan hukum kenapa persidangan tetap digelar.
Collections
- UT-Faculty of Law [6250]