Program Pembangunan Pertanian: Revolusi Hijau di Wilayah Eks Kawedanan Kepanjen Kabupaten Malang Tahun 1969-1998
Abstract
Krisis pangan yang terjadi pada tahun 1965, telah melanda sebagian besar negara
berkembang tidak terkecuali Indonesia. Gerakan Tritura merupakan bentuk
tuntutan masyarakat serta kaum intelektual untuk mengembalikan hak dan
kesejahteraan rakyat. Dengan adanya perstiwa tersebut, mendorong lengsernya
pemerintahan Orde Lama digantikan oleh pemerintah Orde Baru yang dipimpin
oleh Presiden Soeharto. Berdasarkan TAP MPRS No.23 Tahun 1966, pemerintah
telah memperbaharui landasan ekonomi keuangan dan pembangunan yang
kemudian melahirkan beberapa rencana pembangunan 25-30 tahun yang terbagi
dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita) dengan pembangunan
pertaninan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, penulisan skripsi ini bermaksud untuk
mengkaji perkembangan ekonomi melalui penerapan kebijakan Revolusi Hijau di
wilayah Eks Kawedanan Kepanjen. Program tersebut diluncurkan pertama kali
tahun 1964/1965 dengan nama Demonstrasi Massal (Demas) kemudian tahun
1965 berubah nama menjadi Bimbingan Massal (Bimas). Program Bimas
dilakukan di pedesaan-pedesaan dengan tujuan membantu menyejahterakan
kehidupan petani serta tercapainya swasembada beras. Selama pemerintahan Orde
Baru muncul beberapa program yang mendukung pembangunan pertanian seperti
Inmas, Insus dan Supra Insus. Dengan adanya program tersebut menjadi awal
modernisasi pertanian mulai dari bibit unggul, pupuk, pestisida, peralatan
pertanian yang modern hingga perbaikan saluran irigasi hingga pelaksanaan
penanganan pasca panen oleh petani.
Tujuan dalam penelitian ini yaitu: (1) untuk menganalisis latar belakang
penerapan kebijakan Revolusi Hijau di Indonesia pada masa Orde Baru; (2) untuk
menguraikan secara kritis mengenai proses pembangunan pertanian melalui u-buku, jurnal ilmiah dan online.
Hasil penelitian ini sebagai berikut: Kebijakan Revolusi Hijau diawali
dengan penerapan Bimas berdasarkan Keputusan Presiden No.95 Tahun 1969.
Wilayah Eks Kawedanan Kepanjen secara merata menerima Program Bimas
Gotong Royong secara bertahap tahun 1970an. Panca Usaha Tani (Garabah),
merupakan metode yang diperkenalkan pada pelaksanaan Program Bimas dan
Inmas. Panca Usaha Tani terdiri dari pengolahan lahan, penggunaan bibit unggul,
penggunaan pupuk yang sesuai takaran, penggunaan pestisida dan perbaikan
irigasi. Beberapa lembaga yang membantu menyukseskan program intensifikasi
pertanian adalah Bimbingan Massal yang terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu
Badan Pembina, Pengawas dan Pelaksana Bimas, Koperasi Unit Desa (KUD),
penyuluhan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dengan salah satu metode
yaitu Demonstrasi plot (Demplot). Kesimpulan, transisi pertanian dari pertanian tradisional ke modern terjadi
di wilayah Eks Kawedanan Kepanjen melalui penerapan kebijakan Revolusi
Hijau. Dalam proses produksi, ketergantungan petani dengan alam mulai
berkurang berganti adanya pembaharuan teknologi dengan menerapkan Panca
Usaha Tani. Estimasi produksi menjadi lebih cepat dari sebelumnya sehingga
petani dapat melakukan panen dua kali setahun atau lima kali dalam dua tahun.
Peningkatan produksi padi di wilayah Eks Kawedanan Kepanjen melalui Program
Insus telah mendorong tercapainya swasembada beras tahun 1984.Tidak hanya
rekayasa teknologi tetapi rekayasa sosial dan ekonomi diterapkan di wilayah
tersebut melalui Program Supra Insus. Akhir tahun 1998, lengsernya rezim Orde
Baru, kebijakan bergeser menjadi Gema Palagung “Gerakan Mandiri Padi,
Kedelai dan Jagung” sebagai upaya penyelamatan dari krisis pangan dengan
meningkatkan produksi komoditas padi, kedelai dan jagung.