Konstitusionalitas Masa Konsesi Hak Guna Usaha di Ibu Kota Nusantara dalam Perspektif Reforma Agraria
Abstract
Pemberian jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun di Ibu Kota Nusantara menarik untuk dibahas, karena jangka waktu yang hampir 2 abad tersebut yang di atur di Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, Dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha Di Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai PP No. 12 Tahun 2023 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengatur pemberian jangka waktu hak guna usaha selama 95 tahun. Selain itu, terdapat beberapa perbedaan pengaturan jangka waktu HGU oleh Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan uraian tersebut, terdapat 2 permasalahan yang dianalisis oleh penulis yaitu: (1) Bagaimana konstitusionalitas masa konsesi hak guna usaha di Ibu Kota Nusantara berdasarkan Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2023 dalam perspektif reforma agraria? dan (2) Bagaimana harmonisasi pengaturan jangka waktu hak guna usaha?
Tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui konstitusionalitas masa konsesi hak guna usaha di Ibu Kota Nusantara berdasarkan Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2023 dalam perspektif reforma agraria dan untuk mengetahui harmonisasi pengaturan jangka waktu hak guna usaha.
Guna mendukung penulisan skripsi ini menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Analisis bahan hukumnya menggunakan metode deduktif.
Kesimpulan penelitian ini, Pertama pemberian jangka waktu pengelolaan HGU selama 190 tahun dengan sistem dua siklus pada PP No 12 Tahun 2023 Inkonstitusional dan tidak berdasar karena tidak memberikan sebesar-besarnya kemakmuran untuk rakyat. Kedua didapati permasalahan harmonisasi secara vertikal yakni terkait pengaturan jangka waktu HGU antara Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan PP No. 12 Tahun 2023 serta PP No. 18 Tahun 2021 dengan PP No. 12 Tahun 2023 ialah bukan disharmonisasi karena PP No. 18 Tahun 2021 mengatur jangka waktu HGU secara umum, sedangkan PP No. 12 Tahun 2023 mengatur jangka waktu HGU khusus di IKN
Saran dalam penelitian ini, Pertama, Pemerintah perlu untuk melakukan pembatasan kepemilikan maupun penguasaan atas tanah baik yang dilakukan oleh individu maupun badan hukum yang diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu, pemerintah harus melakukan pengawasan dan transparansi terhadap pelaksanaan pengelolaan hak atas tanah khususnya HGU. Kedua, Pemerintah harus melakukan harmonisasi ulang terkait pengaturan jangka waktu terhadap hak atas tanah khususnya HGU. Hal tersebut perlu dilakukan supaya tidak ada penerapan aturan yang tumpang tindih mengatur jangka waktu HGU yang menjadikan multitafsir dan tidak adanya kepastian hukum yang berakibat kepada kerugiaan hak konstitusional masyarakat.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]