Perbedaan Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Pendekatan Restorative Justice pada Tahap Penyidikan Penuntutan dan Pemeriksaan di Pengadilan
Abstract
Penerapan penyelesaian perkara pidana melalui konsep restorative justice merupakan suatu konsep yang baru di Indonesia. Pentingnya penerapan restorative justice adalah dalam penyelesaiannya mengutamakan proses dialog dan mediasi guna menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi korban maupun pelaku. Selain itu, keadilan restoratif memiliki arti keadilan yang merestorasi; restorasi ini mencakup pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, yang didasarkan pada kesepakatan antara keduanya. Korban memiliki kesempatan untuk menyampaikan kerugian mereka, dan pelaku memiliki kesempatan untuk menebusnya kerugian tersebut melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, ataupun kesepakatan. Dalam pelaksanaannya masing-masing lembaga negara seperti MA, Kejakasaan Agung, Polri membuat peraturan lebih lanjut untuk digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penanganan perkara tindak pidana. Adanya perbedaan kebijakan dan produk lembaga penegak hukum dalam penyelesaian perkara tindak pidana melalui restoratif jutice akan menimbulkan ketidakseragaman dan mengganggu penegakan hukum. Dalam penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui bagaimana dampak yuridis dari pendekatan penyelesaian perkara Tindak Pidana secara restorative justice yang berbeda antara tahap Penyelidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Pengadilan. Manfaat penelitian secara teoritis pengembangan ilmu di bidang Pidana yang khususnya berkaitan dengan perbedaan pendekatan Restoratif Justice dalam penyelesaian perkara Tindak Pidana, secara praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti mengenai perbedaan pendekatan Restoratif Justice dalam penyelesaian perkara Tindak Pidana.
Bagi pembaca sebagai sumber bahan bacaan ataupun penelitian mengenai permasalahan mengenai perbedaan pendekatan Restoratif Justice dalam penyelesaian perkara Tindak Pidana Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan secara diskriptif kualitatif, yaitu materi atau bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan, dipilah-pilah untuk selanjutnya dipelajari dan dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini.
Hasil peneitian ini dapat disimpulkan Pertama, bahwa penerapan konsep Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara tindak pidana telah diatur dalam beberapa regulasi, yaitu Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 untuk tingkat Penyidikan (Kepolisian), Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 untuk tingkat Penuntutan (Kejaksaan), dan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 untuk tingkat Peradilan (Mahkamah Agung). Meskipun ada berbagai kebijakan dan peraturan ini, terdapat ketidakseragaman atau kesamaan baik dalam kriteria perkara pidana yang dapat diselesaikan melalui keadilan restoratif maupun dalam pelaksanaannya. Kedua, ketidakseragaman mengenai kriteria perkara pidana maupun terhadap pelaksanaannya tersebut akan berpotensi mengakibatkan beragam praktik yang diaplikasikan dalam penerapan restorative justice diantara aparat penegak hukum, dan salah satunya juga adanya ketidakjelasan tentang tindak pidana apa saja yang dapat dilakukan Restorative Justice. Akirnya, akan muncul permasalahan yang mencerminkan adanya ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
Saran dalam penelitian ini Pertama, Dalam penegakan hukum pada sub-sistem peradilan pidana (Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung), perlu memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat, bukan hanya berdasarkan asas legalitas semata. Aspek-aspek ini mencakup juga asas legitimasi yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal dan situasional. Kedua, dalam hal ketidakjelasan mengenai bagaimana penerapan keadilan restoratif pada setiap tahap penegakan hukum dan tindak pidana yang dapat diatasi oleh pendekatan restorative justice dapat menimbulkan permasalahan yang mencerminkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Oleh karena itu, di masa mendatang, perlu merumuskan peraturan perundang-undangan, seperti Undang-undang SPPA atau Rancangan Undang-undang, untuk memberikan kepastian hukum, kekuatan hukum, dan landasan hukum yang jelas bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara pidana.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]