Tanggung Gugat Penyedia Jasa Layanan Telekomunikasi Bagi Pengguna Jasa Dalam Kasus Kebocoran Data Pribadi
Abstract
Perkembangan teknologi saat ini sangat berdampak bagi masyarkat Indonesia saat ini. Banyak dampak positif yang dapat dirasakan dari perkembangan dan kemajuan teknologi. Namun, tidak hanya dampak positif, perkembangan teknologi juga turut memberikan dampak negatif. Salah satu dampak negatif perkembangan teknologi adalah kebocoran data pribadi yang saat ini marak terjadi. Salah satu kasus kebocoran data pribadi adalah kebocoran 1,3 miliar data pengguna jasa telekomunikasi yang diperjual belikan di internet. Data yang bocor terdiri dari Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), nomor telepon, provider telekomunikasi yang digunakan masyarakat, dan tanggal penggunaan simcard. Indonesia saat ini sudah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang mengakomodir perlindungan data bagi masyarakat Indonesia. Sehingga jaminan terhadap perlindungan data pribadi di Indonesia saat ini sudah memiliki payung hukum yang jelas.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Rumusan masalah terdiri dari: (1) Apa ratio legis pengajuan gugatan pada subjek data pribadi dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi?; (2) Apa bentuk tanggung gugat terhadap pengendalian data pribadi yang dilakukan oleh penyedia jasa telekomunikasi atas keboccoran data yang merugikan pengguna jasa telekomunikasi?; (3) Apa upaya penyelesaian yang dapat ditempuh pengguna jasa telekomunikasi apabila terjadi kebocoran data pribadi pada penyedia jasa telekomunikasi?. Kajian pustaka terdiri dari, yang kesatu tanggung gugat yang terdiri dari pengertian tanggung gugat dan bentuk-bentuk tangung gugat. Kedua, data pribadi yang terdiri dari pengertian data pribadi dan jenis-jenis data pribadi. Ketiga, telekomunikasi yang terdiri dari pengertian telekomunikasi.
Hasil dari penelitian, menjawab pertanyaan yang timbul dari rumusan masalah dengan memberikan penjelasan mendalam mengenai alasan mendasar terbentuknya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Dalam UU PDP juga mengakomodir mengenai gugatan sebagai upaya hukum keperdataan yang dapat ditempuh dalam hal terjadinya kebocoran data pribadi. Selanjutnya menjawab bagaimana bentuk gugatan yang dapat diajukan dalam kasus kebocoran 1,3 miliar data pengguna telekomunikasi, dimana gugatan yang dapat diajukan dapat berupa gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) dan gugatan yang didasarkan pada asas tanggung jawab mutlak (strict liability). Poin terkahir hasil penelitian menjawab bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh pengguna jasa telekomunikasi dan penyedia jasa layanan telekomunikasi, yaitu upaya non-litigasi yang terdiri dari negosiasi, mediasi, dan arbitrase, dan upaya litigasi yaitu pengajuan gugatan ke pengadilan.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: Kesatu, Indonesia saat ini sudah memiliki peraturan khusus yang mengatur perlindungan data pribadi melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang dibentuk karena kesadaran akan pentingnya privasi atas data. Selain itu dalam UU PDP juga mengakomodir gugatan sebagai bentuk pelaksanaan asas perlindungan, pertanggungjawaban, dan kepastian hukum bagi subjek data dalam hal terjadi kebocoran data pribadi. Kedua, gugatan yang dapat diajukan oleh pengguna jasa telekomunikasi dalam kasus kebocoran 1,3 miliar data pengguna jasa telekomunikasi dapat berupa gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) dan gugatan berdasarkan asas tanggung jawab mutlak (strict liability), dimana perbedaan antara kedua gugatan tersebut terdapat pada pembuktian yang nantinya dilakukan oleh pengguna jasa telekomunikasi selaku penggugat. Ketiga, upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam kasus kebocoran 1,3 miliar data pengguna jasa layanan telekomunikasi yaitu jalur non litigasi yang terdiri dari negosiasi, mediasi, arbitrase, dan upaya litigasi berupa gugatan ke pengadilan.
Saran yang dapat diberikan yaitu: Kesatu, seyogyanya pemerintah segera menerbitkan PP Pelaksana UU PDP untuk memberikan kepastian hukum upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh melalui jalur non-litigasi. Kedua, seyogyanya pemerintah juga segera membentuk lembaga PDP sebagai lembaga pelaksana UU PDP yang mengakomodir pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi. Ketiga, seyogyanya atas kasus kebocoran 1,3 miliar data pengguna jasa telekomunikasi tersebut, penyedia jasa layanan telekomunikasi bersedia bertanggung jawab atas kebocoran dan berupaya mencegah agar hal serupa tidak terjadi dikemudian hari.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]