Perlindungan Hukum Bagi Konsumen terhadap Puding Yang Mengandung Metanil Yellow
Abstract
Metanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis yang masih banyak digunakan sebagai campuran untuk mempercantik warna pada makanan. Namun karena minimnya pengetahuan tentang batas pemakaian terhadap pewarna tersebut membuat para pelaku usaha seakan-akan hanya mementingkan keuntungan daripada gizi, mutu, dan kualitasnya terhadap konsumen. BPOM dan Dinas Kesehatan diharapkan mampu memberikan imbauan dan sosialisasi pentingnya perizinan produk pangan. Hal ini tentunya demi terciptanya keselamatan bagi konsumen seperti UUPK. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif untuk menganalisa kaidah keabsahan hukum positif yang berlaku. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum serta pendekatan konseptual (Conceptual Approach) dengan menelaah literatur sesuai penelitiaan. Hasil penelitian dari rumusan masalah dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan terkait keamanan pangan di Indonesia sudah diatur pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Men.Kes/Per/VI/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Dalam pertanggungjawaban tersebut, pelaku bisa dimintai ganti rugi oleh konsumen. Ganti rugi tersebut tertera pada Pasal 19 ayat (2) UUPK. Konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi produk pangan dapat melakukan negosiasi terkait sengketanya dengan pelaku usaha, melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Adapun saran dari penulis untuk lebih berhati-hati jika ingin membeli produk pangan, karena produk yang aman tentunya sudah memiliki label atau mempunyai sertifikat izin edar dari BPOM.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]