Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Atas Penjualan Vitamin D3 Tanpa Izin Edar Melalui Marketplace
Abstract
Perdagangan merupakan sektor ekonomi yang diuntungkan dari kemajuan teknologi informasi. Saat ini perdagangan di Indonesia mulai berkembang melalui internet. Segala produk dapat dipasarkan secara online salah satunya melalui marketplace. Beberapa tahun terakhir isu kesehatan menjadi perhatian salah satunya di negara Indonesia. Masyarakat membutuhkan obat dan suplemen sebagai pencegahan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk mengedarkan obat maupun suplemen. Adanya teknologi yang semakin canggih, produk obat maupun suplemen banyak diedarkan secara daring melalui marketplace. Namun, sesuai fakta yang terjadi banyak vitamin D3 tiruan dan tidak mempunyai izin edar. Sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen terkait masalah kesehatan, keamanan, khasiat, dan manfaat akibat mengkonsumi produk vitamin D3 tanpa izin edar yang telah dibeli. Berdasarkan alasan yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul : “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Vitamin D3 Tanpa Izin Edar Melalui Marketplace”.
Berdasarkan paparan latar belakang, maka terdapat isu hukum yang dirumuskan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana Pengaturan Pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait penjualan vitamin D3 melalui marketplace?, (2) Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yang dirugikan atas penjualan vitamin D3 tanpa izin edar melalui marketplace?, (3) Bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh konsumen yang dirugikan atas penjualan vitamin D3 tanpa izin edar melalui marketplace?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut skripsi ini mempunyai tujuan untuk menjawab dan mengetahui permasalahan yang dijawab Metode penelitan hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum dengan metode pengumpulan studi kepustakaan.
Hasil pembahasan dalam penelitian ini, pertama, pengawasan vitamin D3 tanpa izin edar di marketplace diatur dalam Pasal 25 Peraturan BPOM No.8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring yang ditekankan melalui sistem pengawasan post market yang dilakukan oleh BPOM dengan Kementerian dan pihak swasta yaitu marketplace sebagai PSE. Namun, pengawasan belum dilakukan secara maksimal. Hal ini karena dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring meskipun mengatur sanksi bagi PSE, tetapi didalamnya sebagian besar sanksi tetap ditunjukan kepada pelaku usaha. Pengawasan vitamin D3 tanpa izin edar di marketplace yang dilakukan oleh BPOM akan lebih efektif apabila diimbangi adanya sanksi yang lebih tegas kepada pihak marketplace selaku PSE dan kerjasama yang baik antar pihak. Kedua, bentuk perlindungan hukum menurut moch isnaeni dibagi menjadi 2 yaitu internal dan eksternal. Perlindungan hukum internal didapatkan melalui klausa-klausa perjanjian yang dibentuk para pihak. Dalam penjualan vitamin D3 tanpa izin edar di marketplace, perlindungan internal didapat melalui klausa perjanjian oleh pihak marketplace yang tercantum dalam syarat dan ketentuan. Bentuk perlindungan hukum secara eksternal dibentuk oleh negara yang didapat melalui Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 4, Pasal 8 UUPK. Konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi vitamin D3 tanpa izin edar berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 19 UUPK. Ketiga, Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan secara non litigasi melalui BPSK dan litigasi melalui peradilan umum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: Pertama, Pengaturan Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait Penjualan Vitamin D3 melalui Marketplace diatur dalam Pasal 25 Peraturan BPOM No.8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring. Pengawasan BPOM mempunyai 2 sistem, pre market dan post market. Pengawasan BPOM terhadap penjualan vitamin D3 tanpa izin edar di marketplace dapat ditekankan melalui pengawasan post market yang bekerja sama dengan Kementerian perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan penyelanggara sistem elektronik (marketplace). Kedua, Perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan produk vitamin D3 tanpa izin edar dapat dilakukan dengan perlindungan hukum internal melalui klausa-klausa perjanjian oleh pihak marketplace yang tercantum dalam syarat dan ketentuan. Perlindungan eksternal terdapat dalam Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 4, Pasal 8 UUPK. Konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi vitamin D3 tanpa izin edar berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 19 UUPK serta dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha atas dasar Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan Melawan Hukum. Ketiga, Upaya untuk menyelesaikan sengketa yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi vitamin D3 tanpa izin edar dapat menempuh 2 jalur yaitu jalur Non Litigasi melalui BPSK dan jalur litigasi melalui pengadilan.
Terdapat 3 (tiga) saran yang diberikan dari masalah tersebut. Pertama,Badan Pengawas Obat dan Makanan diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap peredaran suplemen atau vitamin D3 secara daring melalui marketplace dan memberi kepastian hukum terhadap jual beli obat dan makanan salah satunya suplemen yang diedarkan secara online melalui marketplace. Kedua, pelaku usaha seharusnya memperhatikan keamanan, keselamatan dan kenyamanan konsumen dengan mendaftarkan izin edar produk vitamin D3 melalui BPOM. Ketiga, kepada konsumen harus mempunyai sikap selektif mengenai legalitas produk sebelum dilakukan pembelian.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]