Analisis Yuridis Terhadap Barang Bukti dalam Tindak Pidana Penebangan Pohon dalam Kawasan Hutan Secara Tidak Sah (Putusan Nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk)
Abstract
Tindak pidana penebangan pohon yang dilakukan secara ilegal tidak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Namun secara khusus
diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam prosesnya kegiatan penebangan pohon
pastilah menghasilkan hasil hutan dari tebangan tersebut yang mana dapat disebut
sebagai barang bukti. Barang bukti memiliki peran penting yang mana dapat
membuat terang terjadinya suatu perkara tindak pidana yang pada akhirnya akan
digunakan bahan sebagai pembuktian untuk menunjang keyakinan hakim atas
kesalahan terdakwa. Lebih lanjut setelah proses pembuktian hakim dalam
memberikan pertimbangannya harus dapat memperhatikan dengan cermat fakta
dan keadaan di persidangan, karena hal itulah yang menjadikan dasar dari suatu
putusan. Seperti halnya Putusan Nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk terkait
dengan barang bukti hasil hutan. Barang bukti tersebut telah disebutkan dalam
pertimbangan namun tidak disebutkan dalam amar putusan. Selain itu dalam
pertimbangan hakim terkait barang bukti juga disebutkan bahwa alat yang berasal
dari kejahatan tetapi dalam keadaan rusak sehingga tidak memiliki nilai ekonomis
maka akan dilakukan pemusnahan, Lebih lanjut sebelum hakim menyampaikan
mengenai nilai ekonomis, maka penilaian hakim atas nilai ekonomis tersebut
harus dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu Penulis menemukan dua isu
hukum pertama, Apakah pertimbangan hakim terhadap keberadaan barang bukti
sudah sesuai dengan amar putusan. Kedua, apakah yang dimaksud dengan nilai
ekonomis terhadap barang bukti dalam putusan nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN
Tjk.
Tujuan dalam penulisan skripsi ini antara lain untuk untuk mengkaji dan
menganalisis pertimbangan hakim terhadap keberadaan barang bukti sudah sesuai
apa belum dengan amar putusan ditinjau dari ketentuan Undang-Undang Nomor
18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan juga
untuk mengkaji dan menganalisis yang dimaksud dengan nilai ekonomis terhadap
barang bukti dalam putusan nomor 1183/Pid.B/LH/2019/PN Tjk. Selain itu
manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis adalah penelitian ini diharapkan
memberikan sumbangan pikiran bagi mahasiswa fakultas hukum atau pembaca
dalam pengembangan keilmuan hukum pidana khususnya dalam sektor tindak
pidana penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah, sedangkan
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penegak hukum berupa masukan dalam proses pembuktian barang bukti dan
maksud dari nilai ekonomis terhadap barang bukti pada putusan yang terkait.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah Penelitian Yuridis Normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Pendekatan yang diterapkan adalah Pendekatan Undang-Undang (Statue
approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach), serta menggunakan
bahan hukum primer dan sekunder Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pertimbangan hakim terhadap
keberadaan barang bukti kayu hasil tindak pidana penebangan pohon dalam
kawasan hutan secara tidak sah dalam putusan ini tidak sesuai dengan amar
putusan yang tidak memutus mengenai status barang bukti dikarenakan
berdasarkan unsur tindak pidana yang dipertimbangkan oleh hakim disana
menyebutkan bahwa ada barang bukti berupa hasil hutan kayu dalam hal ini tidak
menjelaskan secara pasti dimana barang bukti tersebut seharusnya ditempatkan
apakah dikembalikan, dimusnahkan, atau dirampas untuk negara. Kemudian
dalam amar putusan juga tidak disebutkan mengenai barang bukti kayu tersebut,
sebagaimana ketentuan pidana Pasal 78 ayat (15) UU Nomor 41 Tahun 1999
tentang kehutanan menyatakan semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan
pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk
melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
dirampas untuk negara. merujuk dari penjelasan Pasal 44 UU No. 18 Tahun 2013
tentang P3H dan Pasal 37, 38 dan 41 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.26/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2017 tentang
Penanganan Barang Bukti TPLH dan Kehutanan bahwa pengaturan mengenai
barang bukti hasil hutan berupa kayu selain dari hutan konservasi dapat
dipergunakan untuk kepentingan publik atau dapat pula dilelang. Sedangkan
dalam perkara ini hasil tindak pidananya didapatkan dari kawasan hutan lindung
yang artinya barang bukti tersebut dapat dirampas untuk negara untuk kemudian
dijual lelang melalui kantor lelang negara atau digunakan untuk kepentingan
publik atau sosial. Dan kedua, yang dimaksud dengan nilai ekonomis terhadap
barang bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan dalam putusan ini
adalah barang tersebut dianggap rusak dengan demikian pengertian tersebut tidak
ada relevansinya dengan nilai ekonomis terhadap barang bukti hasil kejahatan
(kayu). Berdasarkan perkara penebangan pohon ini membuahkan hasil dari
kejahatan berupa papan dan balok dalam hal ini memiliki nilai ekonomis atau nilai
jual dimana memerlukan perlakuan khusus dengan menyediakan ruang
penyimpanan dan perawatan khusus serta biaya perawatan yang juga tinggi.
Adapun saran penulis, diantaranya pertama dalam hal pembuktian
seharusnya sebagai hakim dalam memberikan pertimbangannya terhadap barang
bukti harus didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap didalam
persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus
dimuat dalam putusan apakah dapat dikembalikan kepada mereka yang disebut
dalam putusan tersebut, benda itu dirampas untuk negara, atau untuk
dimusnahkan. Dan kedua, hakim dalam mempertimbangkan nilai ekonomis
seharusnya yang berkaitan dengan hasil dari kejahatannya bukan alat yang
digunakan untuk melakukan kejahatan dan terkait dengan perampasan barang atau
aset seharusnya ada lembaga tersendiri yang berkaitan dengan perampasan barang
atau aset untuk memberikan jaminan perlindungan hukumnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6217]