Kepastian Hukum Service Level Agreement dalam Bidang Pandu Tunda Kapal di PT.Pelabuhan Indonesia Maspion
Abstract
Hubungan bisnis antara dua pihak yang saling memiliki kepentingan
diawali dengan adanya suatu perjanjian yang mengikat. Pasal 1338 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menguraikan bahwa, perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Pada
pelaksanaan kegiatan pelayanan pelabuhan diperlukan perjanjian antara Badan
Usaha Pelabuhan dengan pengguna jasa pelabuhan. Perjanjian pelayanan ini
disebut dengan Service Level Agreement. Di dalam Service Level Agreement
terdapat uraian terkait bentuk pelayanan yang akan di laksanakan oleh Badan
Usaha Pelabuhan, jaminan dan aspek waktu yang disetujui oleh Badan Usaha
Pelabuhan dengan Pengguna Jasa. Namun pada Service Level Agreement yang
dimiliki oleh PT. Pelabuhan Indonesia Maspion, di dalamnya tidak memuat terkait
kompensasi ganti rugi yang diberikan apabila Badan Usaha Pelabuhan tidak
memenuhi kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan Service Level
Agreement. Tidak adanya unsur penyelesaian yang diberikan Badan Usaha
Pelabuhan menjadi hal yang harus diperhatikan untuk ditindak lanjuti sehingga
terdapat suatu penyelesaian maupun aspek ganti rugi kepada pengguna jasa agar
mendapat kompensasi yang layak atas kerugian yang dialaminya sebagai
pemenuhan aspek kepastian hukum. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
merumurskan dua rumusan masalah yaitu : Bagaimana kepastian hukum Service
Level Agreement antara pengguna jasa dengan Badan Usaha Pelabuhan?, Apa
implikasi penerapan standart Service Level Agreement para pihak?. Metode
penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif dengan pendektan perundangan dan pendeketan konseptual, bahan
hukum dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan non hukum, dengan analisa bahan hukum hukum yang
menggunakan metode analisis yaitu dengan cara memandang permasalahan secara
umum yang nantinya sampai pada aspek yang bersifat khusus.
Hasil pembahasan pada skripsi ini adalah Pertama, pelaksanaan dari
penerapan Service Level Agreement yang sesuai antara pengguna jasa pandu tunda
kapal dengan Badan Usaha Pelabuhan. Kedua, pertanggungjawaban dari suatu
akibat hukum dari perbuatan wanprestasi atas tidak terpenuhinya penerapan
Service Level Agreement di lapangan. Pemenuhan tanggung jawab dari akibat
hukum tersebut merupakan bentuk kepastian hukum yang dapat diberikan oleh
Badan Usaha Pelabuhan yang harus dituliskan dalam Service Level Agreement
tersebut. Sesuai dengan Pasal 100 dari UU Pelayaran, ganti rugi harus dituliskan.
Penelitian ini menyimpulkan, Pertama, Pengaturan terkait pemanduan dan
penundaan kapal diatur dalam Pasal 1 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 57 Tahun 2015 Tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal.
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
xiii
Pelaksanaan kegiatan pemanduan dan penundaan kapal dilaksanakan oleh Badan
Usaha Pelabuhan yang telah ditunjuk oleh Otoritas Pelabuhan. Pada
pelaksanaanya, PT. Pelabuhan Indonesia Maspion memberikan suatu perjanjian
yang disebut dengan Service Level Agreement yang berisi uraian ketentuan dari
pelayanan yang akan diberikan kepada pengguna jasa yang di dalamnya memuat
Service Level Guarantee berisi terkait uraian jaminan yang akan diberikan oleh
PT. Pelabuhan Indonesia Maspion. Penggunaan Service Level Agreement diatur
dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 72 Tahun 2017 tentang Jenis,
Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetepan Tarif Jasa Kepelabuhanan pada
Pasal 18 ayat 3Agar tercipta pelaksanaan pandu tunda yang baik dan tertib,
diperlukan perjanjian yang memenuhi aspek kepastian hukum yang pasti agar
tercipta kejelasan peraturan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa
pemanduan dan penundaan kapal. Kedua, . Pada Pasal 4 Service Level Agreement
yang dimiliki oleh PT. Pelabuhan Indonesia Maspion tidak memuat terkait dengan
uraian ganti rugi ataupun kompensasi yang diberikan oleh PT. Pelabuhan
Indonesia Maspion ketika melakukan kelalaian dalam pelaksanaan pemanduan
dan penundaan kapalnya misal terhadap aspek waktu yang nantinya akan
berimbas kepada biaya logistik yang dibayarkan oleh pengguna jasa. Agar
perjanjian tersebut dapat memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa
apabila penyedia jasa melanggar Service Level Agreement dimana keadaan ini
menyebabkan wanprestasi sehingga diperlukan uraian ganti rugi sesuai dengan
Pasal 100 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan
kompensasi agar pelaksaanaan kegiatan pemanduan dan penundaan berjalan tertib
bagi kedua belah pihak. Saran dalam penulisan skripsi ini yaitu pertama Service
Level Agreement jasa pandu tunda kapal yang baik harus ditetapkan dan
diterapkan dengan mempertimbangkan aspek keadilan hukum bagi kedua belah
pihak untuk menjamin adanya kepastian hukumdan tidak menimbulkan suatu
kerugian bagi pihak lainnya. Service Level Agreement juga harus
mempertimbangkan adanya kemungkinan wanprestasi yang dapat dilakukan salah
satu maupun kedua belah pihak dengan memberikan pengaturan mengenai sanksi,
prosedur ganti rugi dan kompensasi serta upaya penyelesaian sengketa yang dapat
ditempuh apabila ditemui adanya ketidakselarasan perbuatan antara kedua pihak
dengan SLA yang berlaku, yang kedua Pemerintah dalam hal ini seyogyanya
dapat memberikan pembaharuan terhadap Peraturan Menteri Perhubungan terkait
dengan efektifitas penggunaan Service Level Agreement sebagai perjanjian yang
diperlukan dalam kegiatan pelayanan pelabuhan. Memberikan peraturan lebih
lanjut terkait dengan uraian maupun proses ganti rugi yang diberikan oleh Badan
Usaha Pelabuhan terkait apabila melakukan kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6218]