Show simple item record

dc.contributor.authorFIRMANSYAH, Alif Suryo
dc.date.accessioned2024-07-17T07:17:31Z
dc.date.available2024-07-17T07:17:31Z
dc.date.issued2024-06-10
dc.identifier.nim200710101343en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/122580
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 17 Juli 2024_Kurnadien_US
dc.description.abstractKekerasan seksual merupakan ancaman besar yang berlangsung di beraneka ragam lingkungan pendidikan, termasuk di perguruan tinggi, membuat mahasiswa merasa tidak aman. Pelaku kekerasan seksual bisa berasal dari berbagai kalangan, termasuk dosen dan sesama mahasiswa. Perbedaan antara pencabulan dan pemerkosaan seringkali membingungkan, meskipun keduanya memiliki perbedaan mendasar. Sistem hukum pidana, meskipun mengenal prinsip "In dubio pro reo", harus cermat dalam memutuskan kasus kekerasan seksual dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada. Seperti dalam kasus tindak pidana pencabulan pada Pengadilan Negeri Surabaya pada Putusan No. 1361/Pid.B/2022/PN Sby yang terjadi di Pondok Pesantren MHW, Jombang menunjukkan kompleksitas dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Perkembangan hukum pidana, termasuk KUHP baru yang mulai berlaku, diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hukum dan mengurangi kasus kekerasan seksual. Analisa penelitian skripsi dalam kasus tersebut menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menggabungkan pendekatan perundangan- undangan dan pendekatan konseptual. Dalam pengumpulan bahan hukum, metode yang digunakan adalah studi pustaka, yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini membahas beberapa permasalahan. Pertama, kesesuaian penggunaan Pasal 289 KUHP dalam memutus terdakwa yang melakukan tindak pidana pencabulan atau pemerkosaan terhadap mahasiswi. Penelitian ini juga melihat bagaimana sistem pembuktian sesuai dengan Pasal 183 KUHAP diterapkan dalam kasus tersebut. Selain itu, penelitian ini menganalisis dasar pertimbangan hakim yang menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun pada terdakwa dalam putusan No. 1361/Pid.B/2022/PN.Sby. Penelitian ini bertujuan untuk memahami alasan di balik keputusan hakim dan bagaimana hukum diterapkan dalam kasus ini. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kasus perkara pada putusan tersebut kasus kekerasan seksual dengan Terdakwa pada perkara nomor 1361/Pid.B/2022/PN.Sby melibatkan dua tindak pidana pada tanggal 8 Mei 2017 dan 20 Mei 2017, yang semuanya merupakan perkosaan. Meskipun fakta persidangan jelas mendukung penggunaan Pasal 285 KUHP, majelis hakim memilih Pasal 289 KUHP tanpa kecermatan yang memadai, mengabaikan urutan dakwaan alternatif dan alat bukti yang valid. UU 1/2023 memperluas makna dan hukuman pencabulan, memungkinkan pelaku kekerasan seksual dijerat dengan Pasal 406 s.d. 421. Pergeseran pandangan terhadap pelaku dan korban antara KUHP lama dan baru, serta UU TPKS, memperluas penafsiran hukuman.xiii Meskipun UU TPKS dianggap aturan khusus, dalam praktiknya, pasal-pasal dari KUHP, UU 1/2023, dan UU TPKS dapat digunakan bersama jika unsur tindak pidana terpenuhi. Upaya pemerintah dalam mengatur kekerasan seksual di perguruan tinggi juga dibutuhkan demi terciptanya lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Selain itu, penelitian ini juga menekankan pentingnya upaya pemerintah dalam mengatur dan menangani kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Langkah-langkah ini diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Secara keseluruhan, penelitian ini menekankan bahwa pengambilan keputusan yang cermat dan tepat dalam kasus kekerasan seksual sangat penting untuk memastikan keadilan bagi korban dan efektivitas penegakan hukum. Adapun saran yang dapat penulis berikan berdasarka uraian yang sudah ada pada bab pembahasan dan kesimpulan, yaitu Pertama, Proses pembuktian dan pemeriksaan alat bukti di persidangan pada perkara hukum pidana telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Seharusnya menerapkan prinsip ketentuan dan aturan-aturan yang berlaku sebagaimana landasan pada Hukum Acara Pidana. Hal tersebut sangatlah penting karena berkaitan dengan konteks hukum pidana yang membutuhkan kebenaran materiil. Kedua, Berkesesuaian terhadap dasar pertimbangan pada putusan Majelis Hakim atas pelaku pemerkosa seharusnya mampu mengkonstruksikan Ratio decidendi tersebut dengan didasarkan pada fakta- fakta hukum yang ada, menjalankan proses pembuktian dan pemeriksaan alat-alat bukti agar dapat menemukan dan menggali kebenaran materiil, serta melihat kasus perkara melalui berbagai sudut pandang. Hal tersebut sangatlah penting untuk dapat melahirkan dasar pertimbangan putusan yang tepat dan bijaksana dengan memiliki nilai-nilai keadilan.en_US
dc.description.sponsorship1. Halif, S.H., M.H. 2. Dina Tsalist Wildana, S.H.I., LL.M.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Hukumen_US
dc.subjectPelaku Kekerasan Seksualen_US
dc.subjectPidana Kekerasan Seksualen_US
dc.subjectPengadilan Negeri Surabayaen_US
dc.titlePertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Antara Tindak Pidana Pencabulan dan Tindak Pidana Pemerkosaanen_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiIlmu Hukumen_US
dc.identifier.pembimbing1Halif, S.H., M.Hen_US
dc.identifier.pembimbing2Dina Tsalist Wildana, S.H.I., LL.Men_US
dc.identifier.validatorTeddyen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record