Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penetapan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi yang Dilakukan Oleh Anggota Militer
Abstract
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut UU KPK secara eksplisit memberikan
wewenang yang luas dan signifikan kepada Komisi untuk memberantas dan
mencegah korupsi secara efektif dan dengan cara yang sistematis. Oleh karena itu,
Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi garda terdepan dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki kewenangan untuk
melakukan penyidikan, penyelidikan dan juga penuntutan pada semua instansi
negara sebagimana diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat kasus yang saat ini sedang ramai
dibicarakan oleh publik yaitu kasus dugaan Korupsi oleh 2 Perwira TNI bersama
dengan 3 pihak swasta dimana Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 2
Perwira TNI yaitu HA dan ABC sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi di
beberapa proyek Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar
dari berbagai vendor pemenang proyek, Penetapan tersangka tersebut ditentang
oleh TNI yang disampaikan oleh Komandan Puspon TNI Marsekal Muda Agung
Handoko. HALAMAN RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui bagaimana konsep
terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang berkaitan dengan Militer dan
mengetahui apakah penetapan tersangka oleh KPK sudah sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan. Bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer
yaitu peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder seperti jurnaljurnal hukum, buku-buku hukum, yurisprudensi dan kamus.
Hasil penelitian dari pembahasan rumusan pertama adalah KPK berwenang
menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh Masyarakat sipil dan yang dilakukan
secara bersama-sama oleh orang sipil dan anggota militer dengan harus melakukan
koordinasi dengan TNI sesuai dengan Pasal 42 UU KPK sedangkan suatu kasus
korupsi yang dilakukan hanya oleh anggota militer saja maka anggota militer akan
tunduk pasal 9 angka 1 UU Peramil dan akan ditangani oleh militer tanpa adanya
kewajiban untuk melakukan koordinasi kepada KPK dan juga kasus yang ditangani
oleh militer tidak bisa diambil alih oleh KPK dikarenakan KPK hanya diberi kewenangan untuk mengambil alih kasus yang ditangani oleh Kepolisian dan
Kejaksaan sesuai yang tertera pada UU KPK. Hasil penelitian untuk pembahsan
rumusan kedua adalah pada dasarnya KPK memiliki kewenangan untuk melakukan
penetapan tersangka kasus korupsi yang dilakukan oleh masyarakat sipil bersamasama dengan anggota militer tetapi harus dengan koordinasi sebagaimana
dijelaskan pada Pasal 42 UU KPK, maka pada kasus korupsi Kabasarnas ini
seharusnya KPK melakukan koordinasi terlebih dahulu kepada TNI sebelum
menetapkan tersangka.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]