Analisis Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Tuna Rungu Wicara Atas Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Luka Berat (Putusan Nomor : 107/Pid.B/2014/Pn.Bko)
Abstract
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
meyatakan bahwa kedudukan setiap orang setara di hadapan hukum dan
memiliki hak atas akses yang sama terhadap peradilan. Kedudukan
penerjemah bagi terdakwa difabel dalam penyidikan perkara pidana wajib
ada baik di luar proses peradilan atau di dalam peradilan, agar proses
penyidikan dapat berjalan lancar dalam menemukan bukti-bukti dan
menggali informasi dari terdakwa. Namun pada faktanya penyandang
difabel seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil baik mereka yang
berperan sebagai saksi, korban maupun pelaku kejahatan. Tidak hanya
karena peraturan perundang-undangan yang tidak ramah difabel tetapi
ketimpangan perlakuan juga disebabkan oleh minimnya pemahaman aparat
penegak hukum dalam memperlakukan difabel. Sehingga didalam putusan
107/Pid.B/2014/Pn.Bko ditemukan kejanggalan didalam fakta persidangan
diamana terdakwanya seorang penyandang disabilitas tuna rungu wicara
tidak didampingi oleh pendamping atau penerjemah selama menjalani
proses persidangan, terdakwa didakwakan pasal 351 ayat (2) penganiayaan
yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan hakim memutus terdakwa penyandang disabilitas yang
tanpa didampingi oleh pendamping dan atau penerjemah atau penasehat
hukum.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]