Implementasi Peraturan Bupati Probolinggo Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pencegahan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Probolinggo
Abstract
Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi 30,8%
dan merupakan salah satu fokus pembangunan kesehatan di Indonesia. Kabupaten
Probolinggo merupakan salah satu kabupaten dari 12 kabupaten yang menjadi
prioritas penanganan stunting. Pemerintah daerah membuat kebijakan yakni
Peraturan Bupati Probolinggo Nomor 15 Tahun 2019 tentang Percepatan
Pencegahan Stunting Terintegrasi untuk menangani masalah stunting. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan terdapat beberapa ketidaksesuaian faktor yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan di wilayah Puskesmas
Bantaran maupun Puskesmas Bago. Maka perlu dilakukan suatu penelitian terkait
implementasi implementasi kebijakan Peraturan Bupati Probolinggo Nomor 15
tahun 2019 pada Wilayah Puskesmas Bantaran dan Puskesmas Bago.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif memakai pendekatan studi kasus. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
Bantaran dan Puskesmas Bago. Variabel yang menjadi fokus penelitian yakni
sumber daya (manusia dan non-manusia), karakteristik badan pelaksana (jumlah,
kompetensi, monitoring, kegiatan yang meningkatkan kompetensi, keterbukaan dan
kelancaran komunikasi), lingkungan ekonomi sosial politik, serta disposisi
(pengetahuan, tanggapan atau respon, internsitas tanggapan pelaksana).
Hasil penelitian menunjukkan dari faktor sumber daya di kedua puskesmas
tidak seluruhnya memadai. Dari sisi sumber daya manusia menunjukkan tidak
semua mencukupi terutama pada tingkat desa. Selain itu, peranan OPD ditingkat
desa masih kurang sehingga mengakibatkan kurangnya dukungan terhadap
peraturan ini. Sumber daya waktu mencukupi tetapi sumber daya dana dan sarana prasarana tidak semuanya memadai. Pada aspek karakteristik badan pelaksana
menunjukkan tidak semua wilayah di kedua puskesmas memiliki tenaga kesehatan
yang mencukupi. Kompetensi pelaksana tidak seluruhnya memadai terutama kader,
upaya pelatihan dan sosialisasi digunakan mengatasinya. Upaya monitoring juga
dilakukan pada pelaksana, tetapi tidak seluruh OPD memiliki kelancaran dan
keterbukaan komunikasi terutama mengenai anggaran program terkait. Lingkungan
ekonomi, sosial, dan politik di kedua wilayah memiliki pengaruh dalan
implementasi peraturan. Pada faktor kecenderungan pelaksana, tidak seluruh
pelaksana di kedua wilayah puskesmas mengetahui tentang peraturan ini sehingga
kurangnya peranan pelaksana serta berpengaruh pada komunikasi dan koordinasi
antar pelaksana ditingkat desa. Pelaksana yang telah mengetahui mengenai
peraturan ini memiliki persepsi yang berbeda beda karena tidak mendapatkan
informasi dan tidak mengikuti sosialisasi mengenai peraturan ini. Pelaksana yang
mengetahui peraturan ini memiliki tanggapan dan intensitas tanggapan yang baik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak semua faktor pada implementasi
peraturan ini memadai sehingga berpengaruh pada pelaksanaan implementasi serta
faktor terkait. Saran yang diberikan yakni mengingatkan kembali peranan dan tugas
OPD yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar serta kegiatan diskusi lainnya,
meningkatkan monitoring oleh dinas terkait. Peningkatan jumlah pelaksana serta
peningkatan kompetensi kader mengenai KIE untuk melaksanakan kebijakan ini.
Perlunya pelatihan atau peningkatan pengetahuan untuk mendukung kebijakan ini.
Meningkatkan kerjasama dan peran LPP, KPM, dan PKK dalam pengelolaan
anggaran. Pengembangan ekonomi kreatif dengan memanfaatkan potensi sumber
daya yang ada serta meningkatkan pengetahuan penduduk mengenai stunting.
Mengingatkan kembali mengenai peraturan ini melalui seminar, sosialisasi, diskusi,
atau melalui media yang menjangkau seluruh pelaksana terutama OPD pada tingkat
desa. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan melibatkan lintas sektor
dalam penelitian kebijakan ini.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]