Pengelolaan Tanah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Bentuk Perlindungan Tanah Negara (Studi Kasus : Tanah PT. KAI di Wilayah Stasiun Panarukan Daop IX Jember)
Abstract
Tanah merupakan kebutuhan mendasar manusia untuk bertempat tinggal, serta menjadi tempat bagi segala aktivitas yang dilakukan manusia yang berhubungan dengan tanah. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi landasan konstitusional bagi hukum tanah Nasional. Penjabaran dalam pasal di atas melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang memuat pengaturan akan tanah. Berkaitan dengan penguasaan dan
penggunaan tanah di Indonesia, berbagai macam polemik kerap terjadi, salah satunya masyarakat menggunakan lahan yang bukan miliknya untuk didirikan bangunan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kesediaan lahan yang terbatas sehingga masyarakat memilih untuk memanfaatkan tanah milik negara sebagai tempat tinggal mereka baik secara legal maupun ilegal, sebagai contoh pemanfaatan tanah
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) oleh Badan/Perorangan (pihak ketiga). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan di Stasiun Panarukan yang berlokasi di Kilensari, Panarukan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Stasiun yang masuk ke dalam Daerah Operasi 9 Jember ini sudah tidak beroperasi pada tahun 2004 dan dinyatakan nonaktif hingga saat ini. Salah satu warga sekitar memanfaatkan tanah dan bangunan bekas Stasiun Panarukan sebagai tempat tinggal pribadi atas dasar izin dari Kepala Desa setempat, warga
tersebut menempati bekas Stasiun Panarukan hingga saat ini. Selain itu, tanahtanah yang berada disamping stasiun dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk didirikan bangunan seperti rumah, gudang, warung, dll. Pemanfaatan aset tanah serta bangunan milik PT KAI oleh pihak ketiga di atas termasuk dengan cara
ilegal jika tidak berkedudukan hukum dan memiliki izin yang sah dari PT KAI. Sehubungan dengan hal tersebut, alas hak yang dipakai oleh masyarakat atas tanah PT KAI di atas perlu diketahui kejelasannya agar tidak terjadi masalah di kemudian hari bilamana sewaktu-waktu pihak PT. KAI ingin kembali menggunakan tanah aset miliknya.
Rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian skripsi ini terdiri dari 2 (dua), yaitu: 1) Bagaimana kewenangan PT.KAI terhadap masyarakat yang menempati tanah PT.KAI di wilayah bekas Stasiun Panarukan; 2) Apa akibat hukum perjanjian sewa aset PT KAI oleh masyarakat yang menempati tanah PT.KAI di wilayah bekas Stasiun Panarukan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yuridis normatif yang dilengkapi dengan wawancara serta menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
Penelitian ini juga menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan non hukum sebagai pedoman untuk menelaah dan menganalisis tentang pemanfaatan tanah PT KAI oleh pihak ketiga pendiri bangunan di wilayah stasiun panarukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami kewenangan PT KAI atas tanah yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga untuk didirikan bangunan serta akibat hukum perjanjian sewa aset PT KAI oleh masyarakat yang menempati tanah PT.KAI di wilayah bekas Stasiun Panarukan.
Pembahasan dalam penulisan skripsi ini terdiri atas 2 (dua) poin. Yang pertama adalah kewenangan PT. KAI dengan pihak ketiga pemilik bangunan di atas tanah aset PT. KAI bekas Stasiun Panarukan dengan sub poin pertama yaitu latar belakang masyarakat yang menempati tanah PT. KAI bekas Stasiun Panarukan, sub poin kedua yaitu fakta di lapangan (di Stasiun Panarukan), sub poin ketiga yaitu bentuk kewenangan PT. KAI terhadap masyarakat yang menempati tanah aset PT. KAI bekas Stasiun Panarukan. Yang kedua adalah
akibat hukum perjanjian sewa aset PT KAI oleh masyarakat yang menempati tanah PT.KAI di wilayah bekas Stasiun Panarukan dengan sub poin pertama yaitu perjanjian sewa asset PT KAI oleh masyarakat, sub poin kedua yaitu akibat hukum perjanjian sewa asset PT KAI oleh masyarakat.
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penulisan skripsi ini, yang pertama adalah kewenangan PT. KAI terhadap masyarakat penyewa yang menempati dan/atau mendirikan bangunan di atas tanah aset bekas Stasiun Panarukan yakni dalam hal kerjasama pemanfaatan aset tanah dengan cara sewa menyewa yang
dilakukan PT KAI yang menjadi kewenangannya sebagai penguasa atau pihak pengelola tanah. Yang kedua adalah akibat hukum perjanjian sewa aset PT KAI oleh masyarakat yang menempati tanah PT.KAI di wilayah bekas Stasiun Panarukan. Dalam surat perjanjian antara PT KAI dengan masyarakat penyewa muncul akibat hukum karena pelaksanaan dari pada sewa menyewa itu sendiri yakni beberapa prestasi dan wanprestasi oleh penyewa. Saran dalam penulisan skripsi ini yaitu terkait tindakan pengawasan aset yang perlu ditingkatkan demi menghindari konflik yang terjadi antara PT KAI dengan masyarakat penyewa tanah dan bangunan dan dengan tujuan untuk mencegah masyarakat melakukan beberapa pelanggaran yang telah ditetapkan dan disepakati oleh kedua pihak dan sudah termuat dalam surat perjanjian. Jika dilihat
fakta di lapangan bahwa hampir semua bangunan yang berdiri di atas tanah aset milik PT. KAI dimana merupakan peninggalan bekas bangunan Stasiun Panarukan seiring berjalannya waktu berubah menjadi bentuk bangunan permanen, hal ini tidak sesuai dengan isi perjanjian dalam hal ketentuan bangunan. Untuk itu, diperlukan kesadaran hukum bagi masyarakat penyewa atau pihak ketiga pendiri bangunan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]