Putusan Peninjauan Kembali dalam Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-sama dan Berlanjut
Abstract
Kuantitas tindak pidana korupsi tidak hanya meliputi pertambahan kasus dan jumlah kerugian keuangan negara namun kualitas tindak pidana semakin sistematis dan memasuki aspek kehidupan masyarakat. Dalam Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung terdapat kasus penyuapan antara narapidana dengan Kalapas dalam Putusan inkracht Nomor 237 PK/Pid.Sus/2020. Hakim PK membenarkan dan menerima alasan pemohon dalam Memori PK Nomor 24/PK/Pid.Sus-TPK/2019 terhadap Putusan Nomor 110/Pid.Sus-TPK/2018/PN Bdg dan menjatuhkan pidana lebih ringan daripada judex factie. Penulis tidak sependapat dengan argumentasi hakim PK dalam pertimbangan hukum karena alasan tersebut tidak memenuhi kualifikasi Pasal 263 ayat (2) huruf b dan c KUHAP serta substansi argumentasi hakim kurang tepat perihal diskriminasi due process of law, unsur kesalahan terpidana dan parameter nilai suap. Berlandaskan latar belakang, penulis menemukan dua permasalahan yaitu Pertama Apakah alasan-alasan pemohon yang tercantum dalam Memori PK Nomor 24/PK/Pid.Sus-TPK/2019 sudah sesuai dengan Pasal 263 ayat (2) huruf b dan c KUHAP, Kedua Apakah pertimbangan hakim yang membenarkan adanya pertentangan putusan dan kekhilafan hakim/kekeliruan yang nyata sudah tepat apabila dikaitkan dengan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP.
Tujuan penulisan skripsi ini untuk menganalisis kesesuaian alasan pemohon yang tercantum dalam memori PK Nomor: 24/PK/Pid.Sus-TPK/2019 dengan Pasal 263 ayat (2) huruf b dan c KUHAP, dan menganalisis tepat dan tidaknya pertimbangan hakim ditinjau berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP. Selanjutnya, manfaat teoritis untuk memberikan kontribusi secara akademis terkait PK dalam Tipikor dan manfaat praktis yakni adanya wacana baru terkait permasalahan PK. Metode penelitian yang diterapkan ialah Yuridis Normatif, yakni sebuah jenis penelitian yang mendasarkan hukum seperti yang telah tertulis dalam peraturan perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) serta menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Kesimpulan rumusan masalah petama, alasan-alasan pemohon tidak sesuai dengan Pasal 263 ayat (2) huruf b dan c KUHAP karena pemohon tidak memenuhi syarat limitasi Pasal 263 ayat (2) huruf b dan c KUHAP berdasarkan doktrin ahli hukum yakni mengajukan pertentangan kasus bukan dari putusan pengadilan yang inkracht dan judex factie telah memuat 12 (dua belas) bagian dalam putusan pemidanaan, tidak ada disparitas penjatuhan pidana dan kumulasi pemidanaan kurang dari 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan terhadap rumusan masalah kedua, pertimbangan hakim yang membenarkan adanya pertentangan putusan dan kekhilafan hakim/kekeliruan yang nyata tidaklah tepat berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP karena majelis hakim PK dalam menguraikan pertimbangannya tidak bersesuaian dengan fakta, keadaan dan pembuktian dari pemeriksaan sidang judex factie dalam menguraikan adanya diskriminasi dalam due process of law sedangkan hak-hak terdakwa telah terpenuhi dalam proses persidangan, kemudian unsur kesalahan terdakwa tidak diuraikan berdasarkan doktrin yang berlaku dan kualifikasi besar dan kecilnya nilai suap atau gratifikasi menjadi bias karena tidak berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku.
Saran pertama, pembuat undang-undang membuat pedoman konkret untuk menguraikan kualifikasi terkait unsur pertentangan antar putusan dan kekhilafan hakim/kekeliruan yang nyata dalam Pasal 263 ayat (2) huruf b dan c KUHAP agar memudahkan hakim memberikan penafsiran hukum. Saran kedua, hakim harus meneliti dengan cermat dalam menilai kesalahan terdakwa agar diperoleh putusan yang seadil-adilnya karena penjatuhan amar yang tidak sesuai dengan pertimbangan mengakibatkan putusan terdapat kekhilafan hakim/kekeliruan yang nyata.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]