dc.description.abstract | Alpukat merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah tropis
seperti di Indonesia. Produksi alpukat di Indonesia pada tahun 2020 mencapai
produksi sebesar 609.049 ton, daerah penghasil alpukat terbesar yang tercatat pada
data BPS yaitu Jawa timur dengan jumlah 175.735 ton (BPS, 2021). Daerah di Jawa
timur yang memiliki produksi alpukat yaitu Jember, Lumajang, Probolinggo dan
Pasuruan. Pemasaran buah alpukat yang berasal dari Pasuruan sendiri biasanya
dilakukan di daerah Pasuruan dan luar kota Pasuruan seperti daerah Sidoarjo,
Porong, dan sekitarnya. Pendistribusian buah alpukat yang kurang meluas ini
disebabkan oleh waktu tempuh pendistribusian yang lumayan lama dan dari sifat
alpukat sendiri yang mudah busuk. Alpukat termasuk kedalam buah klimaterik
yang tidak berumur panjang dan cepat mengalami kerusakan. Terjadinya kerusakan
pada buah biasanya dapat dicegah dengan cara diawetkan. Penggunaan bahan
pengawet dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang aman untuk
dikonsumsi seperti asam sitrat dan benomyl dan pelapisan kitosan. Edible coating
merupakan metode pemberian lapisan tipis pada buah dan sayur yang terbuat dari
bahan yang dapat dimakan dan bersifat biodegradable. Lapisan yang ditambahkan
di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama buah. Kitosan
merupakan polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang yang mempunyai
potensi sebagai edible coating. Kitosan telah banyak digunakan sebagai bahan
pembuat biodegradable film dan pengawet pangan yang memiliki sifat antimikroba.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh perendaman anti jamur dan
edible coating kitosan terhadap umur simpan buah pasca panen buah alpukat, dan
mengetahui nilai tambah yang dihasilkan dari perlakuan perendaman dan edible
coating kitosan. Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor yaitu perendaman anti jamur dan pelapisan kitosan
dengan lama penyimpanan hari yaitu 0, 3, 5, dan 7 hari. Analisis data menggunakan
analisis ragam Anova dan jika mendapatkan hasil yang signifikan dilanjutkan
dengan Duncan New Multiple Range Test (DMRT). Setiap perlakuan diulang
sebanyak tiga kali dengan parameter yang diamati meliputi susut bobot, tekstur, laju
respirasi, warna, dan persentase kerusakan jamur. Dan dilakukan analisis nilai
tambah pada proses produksi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan karakteristik mutu buah
alpukat setelah dilakukan perendaman anti jamur dan pelapisan kitosan.
Karakteristik mutu buah alpukat setelah dilakukan perendaman anti jamur dan
pelapisan kitosan dan penyimpanan selama 7 hari menunjukkan susut bobot
terendah pada buah alpukat dengan perendaman asam sitrat 8% dan pelapisan
kitosan sebesar 6,61%, perubahan tekstur terendah pada buah alpukat dengan
perendaman asam sitrat 8% dan pelapisan kitosan sebesar 0,046 mm/g/s, laju respirasi buah alpukat terendah pada buah alpukat perendaman asam sitrat 8% dan
pelapisan kitosan sebesar 0,003 mg/CO2/g/Jam, perubahan warna L terendah pada
buah alpukat dengan perendaman benomyl 0,2% dan pelapisan kitosan sebesar
40,91, perubahan warna a terendah pada buah alpukat dengan perendaman benomyl
0,2% dan pelapisan kitosan sebesar -6,61, perubahan warna b terendah pada buah
alpukat dengan perendaman benomyl 0,2% dan pelapisan kitosan sebesar 12,36,
persentase kerusakan jamur terendah terjadi pada buah alpukat dengan perendaman
benomyl dan pelapisan kitosan dengan total 0,00%, dan analisis nilai tambah dari
buah alpukat dengan pelapisan kitosan sebesar 58%, buah alpukat dengan
perendaman asam sitrat 8% dan pelapisan kitosan sebesar 55%, buah alpukat
dengan perendaman benomyl 0,2% dan pelapisan kitosan sebesar 57%. | en_US |