Tinjauan Yuridis Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Narkotika Golongan 1 Bukan Tanaman (Study Putusan Nomor:501/Pid.Sus/2016/PN.Mlg)
Abstract
TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA GOLONGAN 1 BUKAN TANAMAN (Studi Putusan Nomor: 501/Pid.Sus/2016/PN.Mlg); Galang Hardiansyah, 150710101655; 2022, 98 halaman; Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember.
Narkotika masih menjadi momok yang tidak pernah selesai bagi negara ini masalah kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakat yang didominasi oleh perakra narkotika menjadikan sistem penjatuhan secara penghukuman sebelumnya tidak efektif untuk menangani perkara narkotika terutama yang pecandu narkotika atau penyalahguna narkotika sehingga munculah teori keadilan yang merestorasi yang lebih mengedepankan pemulihan daripada penjatuhan pidana, dalam hal narkotika ini tersedia pilihan untuk merehabilitasi. Akan tetapi dalam putusan nomor 501/Pid.sus/2016/PN.Mlg yang penulis kaji hakim tetap memilih untuk memutus secara penghukuman nestapa yang dinilai tidak menyelesaikan masalah narkotika serta putusan hakim yang berkaitan dengan pasal 127 ayat (1) yang hakim jatuhkan tidak menurut apa yang didakwakan pada terdakwa dalam perakara ini sehingga penulis akan membahas aspek masalah tersebut dengan kajian secara tarafan dogmatika hukum.
Rumusan masalah dari skripsi ini terdiri dari dua permasalahan yaitu yang pertama apakah putusan hakim yang menjatuhkan pidana berdasarkan pasal 127 ayat 1 UU Narkotika pada terdakwa sudah tepat apabila dikaji dengan perintah wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial berdasarkan pasal 127 ayat 3 UU Narkotika dan yang kedua apakah hakim sudah menerapkan hukum dengan benar dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 501/Pid.sus/2016/PN.Mlg. Tujuan dari penulisan skripsi ini ada 2 (dua) yaitu untuk memahami dan mengetahui apakah putusan hakim yang menjatuhkan pidana berdasarkan pasal 127 ayat 1 UU Narkotika pada terdakwa sudah tepat apabila dikaji dengan perintah wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial berdasarkan pasal 127 ayat 3 UU Narkotika dan untuk memahami dan mengetahui apakah hakim sudah menerapkan hukum dengan benar dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 501/Pid.sus/2016/PN.Mlg. Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini ada 2 (dua) yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini adalah Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai putusan yang tidak didasarkan pada dakwaan namun dalam penelitian ini disajikan teori-teori lain seperti unsur double track system, restorative justice bagi korban penyalahguna dan pecandu narkotika bagi diri sendiri dengan menempatkannya pada pengobatan rehabilitasi medis dan sosial, keharmonisan peraturan perundang-undangan serta diharapkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis dipelajari di bangku perkuliahan. Sedangkan manfaat praktis dari penulisan skripsi ini bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis tentang keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi semua orang Selanjutnya diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat pengembangan teori pemidanaan yang sesuai dengan yang dimaksudkan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah Tipe penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis normatif (legal research) yaitu tipe penelitian yang terfokus pada pengujian penerapan norma dalam hukum postif yang saat ini berlaku, sehingga hasil pembahasan dari kesimpulan yang dapat dicapai bersifat obyektif dan rasional dengan pendekatan undang-undang, konsep dan kasus.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini ada dua yaitu: pertama bahwa Putusan Hakim tersebut dinilai tidak tepat karena hanya menilai dari aspek kriminalisasi dan bukan dengan aspek rehabilitasi (pemulihan) sesuai dengan apa yang diamanatkan pasal 127 ayat (2) dan ayat (3). Hal yang nyatanya sudah dipertimbangkan untuk kepentingan pemulihan pecandu narkotika atau penyalahguna narkotika harus ditegaskan dalam putusan, karena terbukti bahwa aspek pemberian nestapa terhadap pecandu narkotika atau penyalahguna narkotika tidak membuahkan hasil yang signifikan bahkan lembaga pemasyarakatan menjadi kelebihan kapasitas yang didominasi perkara narkotika. Sehingga yang demikian harus serius dipertimbangkan dan dijalankan oleh aparat penegak hukum bukan hanya hakim mengingat aturan-aturan terkait rehabilitasi sudah disediakan tinggal melakukan penerapan yang benar. Kedua Bahwa putusan tidak berdasarkan dakwaan yang dilakukan oleh hakim tidak tepat karena bertentangan dengan KUHAP dan merugikan hak-hak terdakwa untuk membela dirinya atas hal apa yang didakwakan kepadanya. Pasal 182 ayat (4) dan Pasal 191 ayat (1) menjadi dasar pertentangan hakim atas norma norma yang ada, sehingga yang demikian demi kepastian dan legalitas yang ada tidak terulang berkali-kali untuk penjatuhan putusan karena dapat menciderai keadilan terutama bagi terdakwa karena hak-haknya tidak diperdulikan lagi. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa ada faktor kesalahan dakwaan oleh jaksa penuntut umum yang ceroboh untuk menentukan uraian kesalahan daripada terdakwa, dan hakim menjadi dilema apakah memilih untuk diputus atau dibebaskan.
Saran dari penelitian ini yaitu: pertama bahwa penjatuhan pidana dan tindakan sanksi penghukuman sudah bukan menjadi penyelesaian yang tepat bagi terdakwa pecandu atau penyalahguna narkotika karena sesungguhnya mereka adalah orang yang sakit yang memerlukan pengobatan, restorative justice system sudah disediakan oleh negara untuk menjebatani permaslahan hukum pidana yang bisa diselesaikan dengan tanpa hukuman. Hal ini menjadi terobosan seharusnya kepada aparat penegakan hukum untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. ini menjadi solusi yang baik bagi negara ini untuk pembaharuan hukum yang lebih baik. akan tetapi perumusan peraturan perundang-undangan seharusnya mendukung penuh tanpa kembiguan yang membuat para legitimasi kebingungan untuk praktik dilapangan. Kedua bahwa hakim khususnya sebagai penegak terakhir hukum dan penentu nasib seseorang harus cermat untuk menentukan mana yang terbaik bagi hukum nantinya, bagi jaksa seharusnya tidak teledor untuk merangkai dakwaan agar kesempatan dan hak-hak terdakwa dapat terbela dengan sepenuhnya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]