Pengalihan Piutang Jual Beli Sepeda Motor Kepada Pihak Ketiga Akibat Kredit Macet
Abstract
Latar belakang skripsi ini adalah Perjanjian kredit memuat hak dan
kewajiban dari debitur dan kreditur. Perjanjian kredit diharapkan akan membuat
para pihak yang terikat dalam perjanjian memenuhi segala kewajibanya dengan
baik. Namun di dalam perjanjian kredit tersebut adakalanya salah satu pihak tidak
memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Berkaitan
dengan cara penjaminan dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor diatas,
tidak lepas dari kemungkinan terjadinya suatu resiko, misalnya konsumen
wanprestasi, seperti melakukan oper kredit kepada pihak ketiga tanpa
sepengetahuan kreditur yang menjadi permasalahan menarik tentang bagaimana
upaya penyelesaian wanprestasi apabila objek jaminan sudah berpindah ke pihak
ketiga. Selanjutnya terhadap barang jaminan yang didalam perjanjian kredit debitur
melakukan wanpretasi, maka eksekusi dapat dilakukan secara langsung
berdasarkan titel eksekutorial yang melekat pada jaminan tersebut, sehingga
kreditur berdasarkan hal tersebut, atas kekuasaannya berhak menarik kendaraan
bermotor tersebut dan menjualnya guna pelunasan hutang debitur. Rumusan
masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah piutang jual beli sepeda motor
karena kredit macet bisa dialihkan kepada pihak ketiga ? (2) Apa akibat hukum
pengalihan piutang ? dan (3) Bagaimana upaya penyelesaian terhadap pengalihan
piutang yang diakibatkan oleh kredit macet? Tujuan skripsi ini yaitu untuk
mengetahui maksud dari permasalahan yang dibahas sebagaimana rumusan
masalah. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini meliputi : jenis penelitian
yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach), bahan hukum yang terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum, dengan analisis bahan
hukum kualitatif.
Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, piutang
jual beli sepeda motor karena kredit macet bisa dialihkan kepada pihak ketiga
dengan prosedur yang ditetapkan melalui sistem over pembiayaan dalam hal ini
oleh kreditur diperbolehkan manakala nasabah tidak dapat membayar atau tidak
dapat meneruskan angsuran. Pengalihan kredit tersebut disyaratkan harus dengan
sepengetahuan pihak kreditur untuk mengetahui pihak ketiga yang memegang
jaminan sekaligus perlu adanya perjanjian kredit baru. Apabila pengalihan
dilakukan tanpa sepengetahuan kreditur, debitur telah melakukan wanprestasi,
karena telah melanggar syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Kedua, bahwa Akibat hukum pengalihan piutang akan membawa beberapa
konsekuensi yaitu debitur melakukan wanprestasi sebagaimana Pasal 1234 KUH
Perdata karena telah mengingkari atau tidak memenuhi isi perjanjian khususny terhadap masalah pemindatanganan atau pengalihan kredit kepada pihak lain tanpa
sepengetahuan kreditur. Pada prinsipnya pemindatanganan atau pengalihan kredit
kepada pihak lain tersebut diperbolehkan, namun syaratnya harus melalui
sepengetahuan atau dengan persetujuan pihak kreditur. Dalam hal ini
pertanggungjawaban wanprestasi tetap ada pada debitur awal walaupun dalam
pemindatanganan atau pengalihan kredit kepada pihak ketiga tersebut dituangkan
dalam suatu perjanjian. Selain itu, Debitur dapat dipidana berdasarkan ketentuan
Pasal 36 Undang Undang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa : Pemberi
Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima
Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta) rupiah. Sedangkan untuk pihak ketiga
sebagai penerima barang, terlepas dari apakah pihak ketiga tersebut mengetahui
atau tidak mengetahui bahwa barang tersebut telah dijadikan jaminan fidusia, pihak
ketiga tersebut tidak dilindungi oleh hukum. Ini karena pada prinsipnya ketentuan
mengenai larangan menggadaikan benda jaminan fidusia telah diatur dalam
undang-undang. Dengan demikian, semua orang dianggap mengetahuinya dan
(kami berasumsi jaminan fidusia telah didaftarkan) karena jaminan fidusia tersebut
telah didaftarkan maka dianggap semua orang dapat memeriksa pada Kantor
Pendaftaran Fidusia. Ketiga, upaya penyelesaian terhadap pengalihan piutang
kepada pihak ketiga yang menyebabkan adanya kredit macet dapat dilakukan
melalui jalur non litigasi dan jalur litigasi. Jalur non litigasi dilakukan melalui
alternatif penyelesaian sengketa yaitu dengan melakukan negosiasi sebagai bentuk
yang sederhana dan dapat dimanfaatkan dalam upaya menyelesaikan sengketa,
karena berjalan di atas prinsip musyawarah untuk mufakat diantara para pihak yang
bersengketa. Apabila penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak sesuai atau
belum dapat menyelesaikan masalah hukum tersebut, maka dapat mengajukan
gugatan ke pengadilan negeri sebagai bentuk penyelesaian litigasi.Bertitik tolak
kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan kesimpulan yang telah
dikemukakan diatas, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :
Pertama, Hendaknya debitur dapat melakukan pengalihan kredit melalui prosedur
yang benar yaitu dengan sepengetahuan kreditur untukmewujudkan ketertiban dan
kepastian hukum dalam perjanjian tersebut. Kedua, Hendaknya pihak debitur tidak
melakukan pengalihan piutang kepada pihak lain tanpa sepengetahuan kreditur.
Para pihak dalam perjanjian hendaknya mempunyaiitikad baik dalam perjanjian
sehingga perjanjian tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
kesepakatan para pihak. Ketiga, Hendaknya dalam menangani masalah pengalihan
piutang kepada pihak ketiga yang menyebabkan adanya kredit macet perlu ada
upaya penyelesaian secara damai oleh kedua belah pihak dalam hal ini melalui
upaya alternatif penyelesaian sengketa Namun demikian bila belum berhasil, adalah
penyelesaian melalui jalur hukum melalui gugatan ke pengadilan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]