Hubungan Status Merokok Keluarga dan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Kelompok Masyarakat Ekonomi Pra-Sejahtera (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Prambon Kabupaten Nganjuk)
Abstract
Menurut WHO dalam buku Global Tuberculosis Repo rt 2020 menyatakan bahwa 44%
kasus infeksi TB terjadi di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia (8,5%).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, diperkirakan jumlah terduga
kasus TB paru di Indonesia mencapai 3.414.150 kasus dengan estimasi 663 kasus per
100.000 penduduk. Berdasarkan data laporan TB Kabupaten Nganjuk selama 2019
telah terjadi 1.001 kasus dengan temuan tertinggi 90 kasus (8%) terjadi di wilayah kerja
Puskesmas Prambon. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara status merokok keluarga dan kondisi fisik rumah dengan kejadian TB
paru. WHO menyatakan infeksi TB lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat
padat penduduk dan berpenghasilan rendah. Beberapa dampak kemiskinan diantaranya
gizi buruk, kondisi tempat tinggal padat penduduk, ventilasi udara dan kebiasaan
higiene buruk serta kebiasaan merokok. Oleh karenanya, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis hubungan status merokok keluarga dan kondisi fisik rumah
dengan kejadian TB paru pada kelompok masyarakat ekonomi pra-sejahtera di wilayah
kerja Puskesmas Prambon Kabupaten Nganjuk.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional menggunakan
desain case-control. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 40 responden dengan
riwayat TB paru dan 40 responden tanpa riwayat TB paru dengan metode
pengambilan sampel secara simple random sampling. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kejadian TB paru pada kelompok masyarakat ekonomi prasejahtera. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik responden (usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan rata-rata pendapatan keluarga), status
merokok keluarga (status merokok keluarga, status merokok pribadi, jumlah perokok anggota keluarga, lama merokok, konsumsi rokok perhari, keadaan
jendela rumah saat merokok, lokasi merokok, jadwal merokok perminggu, biaya
konsumsi rokok perhari dan status merokok saat sakit) dan kondisi fisik rumah
(lama tinggal hunian, suhu, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian, luas
ventilasi, jenis lantai dan jenis dinding). Teknik pengumpulan data dilakukan secara
wawancara dan observasi pengukuran langsung pada masing-masing hunian
responden kelompok kasus dan kontrol berdasarkan rekap data rekam medis yang
dijaga kerahasiaannya. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square membaca
nilai p-value, OR dan 95% CI, sedangkan analisis multivariat dilakukan dengan uji
regresi logistik berganda menggunakan metode enter.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari keseluruhan 11 variabel, ada 8
variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian TB paru pada kelompok
masyarakat ekonomi pra-sejahtera. Variabel tersebut yakni jenis kelamin, usia,
status merokok pribadi, kelembaban, pencahayaan, luas ventilasi, jenis lantai dan
jenis dinding rumah. Pada analisis multivariat, variabel status merokok keluarga
dengan kejadian TB paru tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hubungan
bermakna pada analisis multivariat terjadi pada variabel usia, status merokok
pribadi, kelembaban, pencahayaan, luas ventilasi dan jenis dinding ruangan rumah.
Variabel konfounding dalam penelitian ini adalah jenis lantai dan rata-rata
pendapatan keluarga.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah diperlukan adanya penelitian
lebih lanjut mengenai status merokok keluarga dan kondisi fisik rumah dengan
kejadian TB paru pada kelompok masyarakat ekonomi pra-sejahtera dengan
menambahkan beberapa variabel luar yang belum detiliti sehingga diperoleh hasil
penelitian yang lebih spesifik dan maksimal. Bagi Puskesmas Prambon Kabupaten
Nganjuk diharapkan mampu memberikan edukasi lebih mengenai perbaikan
kondisi fisik rumah yang sesuai dengan kriteria kesehatan. Beberapa upaya
perubahan sederhana dapat dilakukan seperti penambahan lubang ventilasi,
pembersihan dinding dan lantai sehingga akan mempengaruhi intensitas
pencahyaan yang cukup dan mengurangi tingkat kelembaban yang tinggi.