Dugaan Pelanggaran Integrasi Vertikal Dalam Bisnis Digital Oleh Penyedia Jasa Transportasi Online di Indonesia (Studi Putusan Kppu Nomor 13/Kppu-I/2019)
Abstract
Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan sebuah upaya yang
dilakukan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Undang-Undang
ini diharapkan mampu menjamin adanya level playing field yang adil bagi seluruh
pelaku usaha. Dalam salah satu pasalnya menyoroti integrasi vertikal sebagai
bentuk perjanjian yang dilarang. Salah satu kasus dugaan praktik integrasi vertikal
termuat dalam Perkara Nomor 13/KPPU-I/2019 yang melibatkan PT Grab
Teknologi Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia. Grab diduga
memberikan keistimewaan dan prioritas kepada TPI. Perkara tersebut masih
menjadi perdebatan dikalangan ahli dan akademisi persaingan usaha sebab
diperkirakan dapat mempengaruhi regulasi ekonomi digital di masa yang akan
datang, termasuk iklim pengembangan dan investasi pada sektor ekonomi digital.
Terdapat 3 rumusan masalah yang terdapat dalam skripsi ini, pertama, perjanjian
kerja sama yang dilakukan oleh para penyedia jasa transportasi online merupakan
integrasi vertikal, kedua, akibat hukum bagi penyedia jasa transportasi online yang
terbukti melakukan integrasi vertikal, ketiga, pertimbangan hukum Putusan KPPU
Nomor 13/KPPU-I/2019 telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dipilih sebagai landasan utama
penulis dalam menganalis terhadap permasalahan di atas. Penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkaji permasalahan yang ada dengan menvisualisasikan kaidah
atau norma dalam hukum positif. Dalam penyusunan skripsi ini juga menggunakan
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan non hukum.
Penelitian dalam skripsi ini menghasilkan kesimpulan, Pertama, Tim Investigator
menyimpulkan bahwa perjanjian kerja sama antara Grab dan TPI menyebabkan
adanya integrasi vertikal dan diskriminasi karena tindakan yang dilakukan berupa
pemberian perlakuan istimewa seperti perbedaan penghitungan insentif, jam
insentif, Program Loyalitas, perbedaan bentuk promosi order prioritas, hingga open
suspend berakibat pada terciptanya persaingan usaha tidak sehat yang merugikan
Mitra Grab lain yang menjadi kompetitor TPI. Kedua, akibat hukum yang lahir dari
adanya pelaksanaan perjanjian integrasi vertikal melanggar ketentuan Pasal 14
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bagi pelaku usaha adalah dijatuhkannya
sanksi yang meliputi tindakan administratif, pidana pokok, maupun pidana
tambahan berupa pencabutan izin usaha, larangan untuk menjabat sebagai direksi
atau komisioner selama kurun waktu 2-5 tahun, atau penghentian kegiatan usaha
yang merugikan. Sementara itu, menurut Pasal 118 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020, maka sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha yang terbukti
melakukan integrasi vertikal hanya sebatas penjatuhan Tindakan Administratif.
Ketiga, Pertimbangan Hukum Majelis Komisi dalam Putusan KPPU Nomor
14/KPPU-I/2019 dua diantaranya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yakni mengenai pelanggaran Pasal 14 dan Pasal 19 huruf D. Namun selain
hal tersebut, pertimbangan hukum dalam Pasal 15 Ayat (2) telah sesuai dengan
ketentuan hukum yang ada. Tindakan usaha yang dilakukan oleh Grab dan TPI
merupakan salah satu bentuk strategi bisnis yang memiliki pertimbangan hukum
dari aspek hukum persaingan usaha, yuridis, ekonomi, dan alasan lain yang dapat
diterima. Selain itu pelaksanaan perjanjian tersebut tidak menyebabkan
terganggunya persaingan usaha, karena pasar masih menunjukan adanya persaingan
usaha yang sehat. Penelitian ini diakhiri dengan saran, pertama, penggunaan yang
lebih komprehensif pedoman pelaksanaan pasal-pasal dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 sebagai acuan dalam menganalisis suatu perkara, kedua,
pemaknaan level playing field yang tidak dapat dimaknai secara kaku, sebab
masing-masing bidang usaha memiliki perbedaan karakteristik yang mendasar,
salah satunya adalah bidang teknologi. Pelaku usaha yang bergerak dibidang
teknologi membutuhkan ruang gerak yang leluasa untuk menstimulus
perkembangannya
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]